A.
WALHI (WAHANA LINGKUNGAN HIDUP)
Walhi
didirikan pada 15 Oktober 1950 sebagai reaksi dan keprihatinan atas
ketidakadilan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan sumber-sumber kehidupan,
sebagai akibat dari paradigma dan proses pembangunan yang tidak memihak
keberlanjutan dan keadilan. WALHI merupakan forum kelompok masyarakat sipil
yang terdiri dari organisasi non-pemerintah (LSM/Ornop/NGO), Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM).
WALHI hadir
di 27 provinsi dengan 479 organisasi anggota dan 156 anggota individu (Desember
2011) yang secara aktif berkampanye di tingkat lokal dan nasional. Di tingkat
internasional, WALHI berkampanye melalui jaringan Friends of the Earth
Internasional yang beranggotakan 71 organisasi akar rumput di 70 negara, 15
organisasi afiliasi, dan lebih dari 1 juta anggota individu.
Tentang organisasi
Isu strategis WALHI
- WALHI
Mandiri
- Tata
pemerintahan yang Baik dan Bersih
- Membangun
perlawanan Rakyat melawanneo-imperalisme (penjajahan
baru)
Kegiatan utama
Permasalahan
lingkungan saling terkait dan telah berdampak besar terhadap kehidupan masnusia
dalam bentuk pemiskinan, ketidakadilan dan menurunnya kualitas hidup manusia.
Sebagai solusi, penyelamatan lingkungan hidup harus menjadi sebuah gerakan
publik.
Sebagai
organisasi publik, WALHI terus berupaya:
- Menjadi
organisasi yang populis, inklusif dan bersahabat.
- Menjadi
organisasi yang bertanggung gugat dan transparan.
- Mengelola
pengetahuan yang dikumpulkannya untuk mendukung upaya penyelamatan
lingkungan hidup yang dilakukan anggota dan jaringannya maupun publik.
- Menjadi
sumberdaya ide, kreatifitas dan kaderisasi kepemimpinan dalam penyelamatan
lingkungan hidup.
- Menggalang
dukungan nyata dari berbagai elemen masyarakat.
- Menajamkan
fokus dan prioritas dalam mengelola Kampanye dan advokasi untuk berbagai
isu:
- Air,
pangan dan keberlanjutan
- Hutan
dan Perkebunan
- Energi
dan Tambang
- Pesisir
dan Laut
- Isu-isu
Perkotaan
Menjadi organisasi publik
Tingkat
kerusakan lingkungan hidup saat ini telah menimbulkan masalah-masalah sosial
seperti pengabaian hak-hak asasi rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang
sehat, marjinalisasi, dan pemiskinan. Oleh karenanya, masalah lingkungan
hidup harus didudukkan sebagai masalah sosial.
Sehingga
gerakan lingkungan hidup perlu mentransformasikan dirinya menjadi gerakan
sosial yang melibatkan seluruh komponen masyarakat seperti buruh, petani,
nelayan, guru, kaum profesional, pemuda, remaja, anak-anak, dan kaum perempuan.
Menyadari
tantangan tersebut, organisasi WALHI telah berubah menjadi organisasi publik
yang tidak hanya beranggotakan organisasi non pemerintah dan lembaga swadaya
masyarakat. Organisasi publik yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada
perseorangan yang peduli dan berminat terlibat serta mendukung gerakan
lingkungan hidup di Indonesia. Hal ini bertujuan mendorong percepatan gerakan
lingkungan hidup menjadi gerakan sosial yang luas.
Perseorangan
dan publik umum sekarang dapat bergabung menjadi anggota Sahabat WALHI dan
terlibat secara aktif di dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup Indonesia.
Kelembagaan
Sebagai forum, WALHI menganut sistem pemerintahan yang demokratis
dengan prinsip tanggung gugat dan transparan. Di tingkat nasional, Eksekutif
Nasional menjalankan program-program nasional organisasi, sementara kelembagaan
yang merupakan representasi seluruh anggota untuk menjalankan fungsi legislatif
disebut Dewan Nasional.
Eksekutif
Nasional dan daerah dipilih melalui pemilihan langsung. Struktur organisasi
dibangun berdasarkan prinsip Trias Politika untuk menjamin pelaksanaan
pembagian kekuasaan dan kontrol dan untuk menghindari penyelewengan kekuasaan.
Eksekutif
nasional dan Eksekutif Daerah, Dewan Nasional dan Dewan Daerah dan Majelis Etik
Nasional adalah bagian dari trias politika WALHI yang menjalankan hak dan
kewajiban dan tercantum dalam statuta. Untuk memastikan jalannya organisasi,
posisi direktur eksekutif dibatasi maksimal hingga dua kali masa jabatan selama
tiga tahun.
WALHI ada di
26 provinsi di Indonesia. Semua menjalankan forumnya dengan independen,
termasuk pendanaan dan pengelolaannya. Di tingkat nasional, Eksekutif Nasional
berperan sebagai koordinator dan dan fasilitator dalam aktivitas nasional dan
internasional.
Pengambilan keputusan WALHI
Forum
pengambilan keputusan tertinggi WALHI adalah dalam pertemuan anggota setiap
tiga tahun yang disebut Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH). Forum ini
menerima dan mensahkan pertanggungjawaban Eksekutif Nasional, Dewan Nasional
serta Majelis Etik Nasional; merumuskan strategi dan kebijakan dasar WALHI;
menetapkan dan mensahkan Statuta; serta menetapkan Eksekutif Nasional, Dewan
Nasional, dan Majelis Etik Nasional.
Setiap tahun
diselenggarakan pula Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) sebagai forum
konsultasi antarkomponen WALHI dan evaluasi program WALHI. Format pengambilan
keputusan yang sama juga terjadi di forum-forum WALHI daerah.
Sumber pendanaan
Sumber
pendanaan WALHI berasal dari iuran anggota, sumbangan masyarakat individu,
serta lembaga dana lainnya baik lokal, nasional maupun internasional, sepanjang
tidak mengikat dan tidak berasal dari kegiatan-kegiatan yang bertentangan
dengan visi-misi serta nilai-nilai WALHI. WALHI juga melakukan usaha-usaha lain
yang legal dan tidak bertentangan dengan visi-misi serta nilai-nilai WALHI.
Dana
tersebut dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan yang benar dan
dipertanggungjawabkan secara berkala kepada komponen WALHI dan kepada publik.
B.
WWF (World Wide Fondation)
Taman
Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang terletak di bagian paling barat Pulau Jawa
merupakan Taman Nasional yang penting bagi Indonesia dan dunia. TN Ujung Kulon
ini menjadi taman nasional pertama di Indonesia dan telah ditetapkan sebagai
salah satu situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1992.
WWF-Indonesia memulai program konservasinya sejak tahun 1962 dengan membantu
pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dalam menjaga kelangsungan hidup
Badak Jawa atau Badak Bercula Satu(Rhinoceros sondaicus).
Karena kekayaan flora dan fauna di dalamnya serta merupakan kawasan yang
penting bagi masyarakat sekitarnya inilah maka TN Ujung Kulon harus dijaga
kelestarian dan keberlangsungannya.
Upaya konservasi yang telah dilakukan selama ini diarahkan untuk melindungi
habitat satwa Badak Jawa yang sangat langka dan telah dikategorikan sebagai
critically endangered atau "sangat terancam" dalam Daftar Merah IUCN
(IUCN Red List of Threatened Species), diantaranya melalui monitoring populasi.
Selain kawasan hutan, TN Ujung Kulon juga memiliki kawasan laut yang sangat
signifikan sehingga masyarakat di sekitarnya juga memanfaatkan sektor
perikanan. Namun kawasan laut ini mendapat beberapa ancaman terhadap ekosistem
terumbu karang seperti pemanfaatan lahan pantai dan pesisir secara berlebihan,
polusi insektisida dan usaha-usaha penangkapan ikan yang merusak seperti
penggunaan sianida, bom maupun overfishing dan juga ancaman ekologis seperti
sedimentasi dan pemutihan karang akibat pemanasan global.
Kerusakan habitat ini dapat berakibat pada penurunan pendapatan dari sektor
perikanan dan pertanian sehingga masyarakat pesisir kemudian melanggar batas
kawasan taman nasional dan kemudian mengubah vegetasi asli menjadi lahan
pertanian. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya habitat badak yang penting.
Oleh karena itu, Sejak tahun 1998 --selain konservasi habitat terrestrial--
WWF-Indonesia memandang perlu untuk melakukan konservasi kawasan laut sebagai
upaya konservasi yang terintegrasi di Ujung Kulon.
Aktivitas monitoring terumbu karang di sekitar ekosistem pesisir laut dilakukan
untuk perolehan data status terumbu karang di Ujung Kulon sejak 1998. Hasil monitoring
menunjukan bahwa walaupun penutupan karang tidak terlalu luas dan ancaman dari
aktivitas manusia masih terus berlangsung, terumbu karang di Ujung Kulon
menunjukan pertumbuhan dan pemulihan yang signifikan. Oleh karena itu
WWF-Indonesia dan Balai TNUK mendapat dukungan untuk terus mempertahankan
pemulihan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang. Dukungan tersebut berupa
anggaran dana untuk melaksanakan patroli laut secara berkala serta partisipasi
masyarakat dalam konservasi ekosistem karang sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat lokal.
Tujuan dan agenda WWF antara lain:
1.
Pemberdayaan masyarakat pesisir
Masyarakat
lokal yang tinggal di kawasan penyangga TN Ujung Kulon sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan. Nelayan lokal umumnya sangat bergantung
pada sumber daya laut untuk kelangsungan hidup mereka. Populasi terumbu karang
yang rendah disertai adanya indikasi penurunan berdampak terhadap penghasilan
masyarakat lokal.
Masyarakat pun menyadari bahwa sangat penting untuk menjaga kelangsungan
terumbu karang dalam kondisi optimal untuk pemulihan ekosistem sehingga
berdampak terhadap penghidupan nelayan lokal. Masyarakat lokal di kawasan Ujung
Kulon telah mendirikan sebuah prakarsa kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan
Sumber daya Pesisir atau Coastal Resource Management and Protection (CRMP).
Oleh karena itu mereka membutuhkan dana untuk keberlangsungan aktivitas patroli
berkala sebagaimana dapat memberikan penghasilan untuk keluarganya.
2.
Program rehabilitasi karang
Program Rehabilitasi Karang 'Build Reef' ini merupakan
sebuah program ekowisata yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia Program Konservasi
Ujung Kulon yang bertujuan:
·
Memperbaiki
ekosistem terumbu karang dengan menempatkan suatu struktur buatan atau dikenal
dengan transplantasi karang buatan. Di banyak tempat, karang buatan telah
diketahui sebagai suatu metode yang paling mudah diterapkan untuk perbaikan
ekosistem karang yang rusak dan meningkatkan produksi perikanan serta
mengembangkan potensi ekowisata.
·
Penempelan
koloni karang lunak pada struktur buatan bertujuan menarik ikan-ikan dan
organisme lain untuk memastikan pemulihan terumbu karang. Koloni karang lunak
berasal dari petani lokal untuk menjamin bahwa kegiatan Build Reef tidak akan
membahayakan populasi karang alami.
·
Pengembangan
potensi sektor ekowisata sehingga diharapkan wisatawan yang datang dapat
menjadi pendapatan yang potensial buat masyarakat lokal.
Dalam program rehabilitasi karang ini, para penggemar olahraga menyelam
diajak untuk berkontribusi terhadap upaya konservasi karang dengan ikut
memasang dan memelihara struktur karang buatan atau dikenal dengan sebutan rak.
Rak ini terbuat dari beton dengan penambahan bambu pada struktur rak. Berat
satu buah rak dapat mencapai 100 kg untuk proses fiksasi di lokasi penumbuhan
karang buatan tersebut. Oleh karena itu, rak telah disiapkan di lokasi namun
para penyelam tetap akan berpartisipasi dengan memperkuat struktur rak tersebut
ke dalam substrat (pasir).
Langkah selanjutnya adalah memilih koloni karang yang akan ditempelkan pada
rak. Koloni karang ditempelkan pada substrat mini sehingga koloni akan lengket
pada struktur rak. Keranjang berisi koloni karang akan ditaruh agak jauh dari
rak untuk menghindari kerusakan selama proses fiksasi sekaligus memperkuat
struktur rak. Penyelam akan berenang mendekati keranjang karang lalu membawa
dua buah koloni dan kemudian menempelkannya pada rak. Penyelam dianjurkan hanya
membawa dua buah koloni saja untuk menghindari kompetisi antar koloni akibat
terlalu padat. Jumlah total rak dan koloni karang yang akan dipasang pada
kegiatan minggu ini sebanyak 24 rak dan 600 koloni karang. Selama proses
transplantasi akan menyebabkan air menjadi keruh, namun instruktur selam tetap
akan mengawasi keamanan dan keselamatan para penyelam yang ikut
didalamnya.
Setelah selang beberapa waktu, karang buatan yang baru dapat dikunjungi
kembali. Para penyelam yang ikut program rehabilitasi karang akan menjadi
pengunjung pertama yang akan mengamati langsung hasil kerja keras mereka.
Selanjutnya para penyelam tersebut akan diminta untuk memberikan sebuah nama
sebagai penghargaan untuk karang yang baru ini. Nama karang yang baru beserta
lokasi koordinatnya pun akan dicatat. Kemudian sebuah sertifikat akan diberikan
kepada para penyelam Build Reeef. Sertifikat ini tidak menunjukan hak atau
kepemilikan terhadap karang yang ditanam, namun hanya menyatakan bahwa individu
yang bersangkutan ikut terlibat dalam kegiatan tranplantasi karang tersebut.
3. Kontribusi penyelam
Dengan menandatangani dan
bergabung dalam aktivitas rehabilitasi karang, para penyelam telah memberikan
kontribusi yang sangat berarti bagi upaya konservasi melalui :
1. Membantu
pemasangan struktur karang buatan dan koloni karang untuk perbaikan ekosistem
laut.
2. Memberikan
pendapatan alternatif untuk masyarakat lokal melalui sektor ekowisata.
3. Sebagai
upaya berkelanjutan dari perlindungan ekosistem terumbu karang melalui
inisiatif lokal / unit patroli masyarakat (Community Patrol Unit)
Hasil pendapatan dari kegiatan
upaya rehabilitasi karang akan digunakan untuk:
1. Membuat
lebih banyak lagi struktur karang buatan.
2. Dana pemeliharaan
karang budidaya sebagai salah satu pendapatan masyarakat lokal sekaligus untuk
melindungi populasi karang alami.
3. Dana
untuk kegiatan patroli kawasan.
4. Administrasi
(tiket masuk ke taman nasional, sertifikat, dll)
4. Liburan untuk koservasi
Pulau Badul, Kawasan Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon
18-20 Mei 2007
Sejumlah 24 rak karang buatan
yang telah dipasang berhasil ditanami hampir 600 koloni karang yang terdiri
dari 11 spesies karang keras/hard coral dan karang lunak/soft coral di pesisir
timur Pulau Badul, sebuah pulau kecil di kawasan penyangga Taman Nasional Ujung
Kulon. Upaya-upaya konservasi ini dapat berlangsung berkat kerja keras dan
antusiasme kelompok penyelam Cecelia Ann. Dengan perlindungan yang memadai
serta upaya konservasi dari semua pemangku kepentingan (stakeholders), karang
buatan yang telah ditanam di Pulau Badul ini diharapkan dapat bertahan selama
bertahun-tahun ke depan.
3.
WWF-Indonesia Dorong Pengembalian Fungsi Daerah Aliran Sungai
Oleh: Ary Pamungkas
Bertempat di Desa Glonggong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Ciliwung
Institute bersama Komunitas Ciliwung dan WWF-Indonesia pada Minggu lalu (11/11)
mengadakan aksi melestarikan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Aksi ini
dilakukan dalam rangka perayaan Hari Ciliwung sekaligus merupakan upaya
memperkenalkan arti penting sungai Ciliwung bagi masyarakat.
DAS seperti
Sungai Ciliwung hingga saat ini sering hanya dipandang sebagai sumber dan
tempat mengalirnya air dari hulu ke hilir, hingga pantai atau pesisir. Padahal
dalam arti luas, DAS Ciliwung merupakan suatu sistem ekologi yang sangat
kompleks; di dalamnya banyak mengandung berbagai sumber daya alam (SDA), baik
terbarukan maupun tidak terbarukan. Sungai sepanjang 120 kilometer yang
mengalir dari Gunung Gede hingga bermuara di Pelabuhan Sunda Kelapa ini juga
menjadi tempat pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat di Jakarta, Depok, dan
Bogor.
Namun dalam 3
(tiga) dekade terakhir, DAS Ciliwung Hulu banyak beralih fungsi; dari sebagai
hutan alami dan lahan garapan petani lokal, menjadi daerah komersial.
Akibatnya, kini DAS Ciliwung masuk dalam salah satu DAS dengan kategori kritis
di Indonesia.
Tak ayal, SDA
hayati di Ciliwung kian susut seiring rusaknya ekosistem mereka. Data Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, 92 persen ikan di Sungai
Ciliwung telah punah dan sekitar 60 persen moluska dan crustacea juga
menghilang.
Persoalan baru
yang kini juga tengah dihadapi oleh DAS Ciliwung adalah pembangunan perumahan
yang memakai wilayah DAS Ciliwung. Padahal, undang-undang telah jelas mengatur
bahwa DAS diperuntukkan bagi wilayah vegetasi dan konservasi.
Untuk itulah
perayaan Hari Ciliwung tahun ini diisi dengan kegiatan edukasi bagi warga yang
tinggal di pinggiran DAS Ciliwung. Mereka tak hanya belajar dan memahami betapa
pentingnya konservasi sungai, namun juga berkesempatan berbagi gagasan mengenai
cara pelestarian DAS Ciliwung dengan warga lainnya.
“Bangkitnya
kesadaran konservasi ini penting, sebab kondisi Ciliwung memprihatinkan. Saat
ini Ciliwung bisa dikatakan tak mampu mengakomodasi kebutuhan warga yang
dilintasinya,” ujar Fadel Ahmad, salah satu penggiat di Ciliwung Institute.
“Untuk itu, dengan perayaan ini kita ingin mengembalikan kesadaran masyarakat
tentang arti penting Sungai Ciliwung bagi kehidupan mereka. Bukan sekadar
sebagai aliran sungai saja,” imbuhnya.
Perayaan Hari
Ciliwung dimeriahkan pula dengan lomba mewarnai, pameran poster, dan diskusi
tentang pengelolalan DAS dari hulu hingga ke hilir yang dapat dilakukan oleh
semua pihak sesuai dengan ruang lingkupnya masing-masing. WWF-Indonesia
menghadirkan Tri Agung Rooswiadji, National Coordinator for Freshwater
Program WWF-Indonesia, dan Dudi Rufendi, NEWtrees Coordinator WWF-Indonesia.
Dalam diskusi
tersebut, Tri Agung Rooswiadji memperkenalkan skemaPayment for Environmental
Services (PES air) di wilayah Hutan Lindung Rinjani, Lombok, NTB.
Skema PES yang melibatkan PDAM Kotamadya Mataram dan individu-individu pengguna
air di Mataram sebagai pembeli, merupakan model pendanaan berkelanjutan yang
memberikan insentif bagi masyarakat hulu untuk mengimplementasikan pengelolaan
hutan yang baik di ekosistem Gunung Rinjani. Berdasarkan peraturan peraturan
daerah No. 4/2007, 75 persen biaya yang dibebankan pada masyarakat yang menggunakan
jasa air dari PDAM Lombok dialokasikan kepada masyarakat di kawasan Gunung
Rinjani sebagai mekanisme "penggantian" untuk membantu melestarikan
hutan dimana ketersediaan air sangat mempengaruhi sistem kehidupan yang ada di
pulau kecil itu.
Di kesempatan lain, Dudi Rufendi menjelaskan program restorasi hutan, yakni
memberikan wacana baru bagi masyarakat guna membantu proses reforestasi untuk
melindungi taman nasional dan mengawasi pertumbuhan pohon-pohon melalui Geotags
(pelabelan pohon dengan garis lintang dan garis bujur/koordinat lokasi yang
tepat). Setiap pembeli NEWtrees nantinya akan dapat memantau pertumbuhan pohon
mereka menggunakan fasilitas Google Earth, dimana pohon yang mereka tanam
dinamai sesuai dengan nama mereka masing-masing. Foto yang menginformasikan
perkembangan pohon yang ditanam akan terus diperbaharui setiap 6 bulan sekali
oleh WWF-Indonesia.
Greenpeace adalah suatu organisasi lingkungan global yang didirikan di Vancouver British, Columbia, Kanada pada 1970. Greenpeace dikenal menggunakan aksi langsung tanpa kekerasan konfrontasi damai dalam melakukan kampanye untuk
menghentikan pengujian nuklir rangkasa dan bawah tanah, begitu juga
dengan kampanye menghentikan penangkapan ikan pausbesar-besaran.
Pada
tahun-tahun berikutanya, fokus organisasi mengarah ke isu lingkungan lainnya,
seperti penggunaan pukat ikan, pemanasan global, dan rekayasa genetika.
Greenpeace
mempunyai kantor regional dan nasional pada 41 negara-negara di seluruh dunia,
yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di Amesterdam Organisasi
global ini menerima pendanaan melalui kontribusi langsung dari individu yang
diperkirakan mencapai 2,8 juta para pendukung keuangan, dan juga dari dana
dari yayasan amal tetapi tidak menerima pendanaan dari pemerintah
atau korporasi.
Pernyataan
resmi misi Greanpeace menyebutkan:
“
|
Greenpeace adalah organisasi independen yang
berkampanye menggunakan konfrontasi kreatif anti kekerasan untuk mengungkap
permasalahan lingkungan global dan untuk memaksa solusi bagi sebuah masa
depan yang damai dan hijau. Target Greenpeace adalah untuk memastikan
kemampuan bumi untuk kelangsungan hidup bagi semua keanekaragamannya.
|
”
|
Sejarah
Asal mula
Greenpeace dimulai dengan pembentukan formasi Don't Make A Wave Comittee oleh sekelompok aktivis Kanada dan Amerika di Vancouvernpada 1970. Nama komite ini diambil
dari sebuah slogann yang
digunakan selama protes terhadap uji coba nuklir Amerika Serikat pada akhir 1969, komite datang
bersama-sama dengan sasaran menghentikan ujicoba pemboman nuklir bawah tanah
tahap ke-dua dengan kodeCannikin oleh militer AS dibawah pulau Amcitca, Alaska. Kapal ekspedisi
pertama disebut Greenpeace I,
kapal ekspedisi ke-dua disebut Greenpeace
Too!. Uji
coba tidak berhasil dihentikan, tetapi komite telah membentuk dasar untuk
aktivitas Greenpeace selanjutnya.
Bill
Darnell adalah orang yang mengkombinasikan kata green (hijau) dan peace (damai), yang kemudian menjadi nama
bagi organisasi ini.
Pada4 Mei 1972, setelah Dorothy Stowe
menyelesaikan masa jabatan ketua Don't Make A Wave Committee, organisasi ini
kemudian secara resmi mengganti namanya menjadi "Yayasan Greenpeace".
risa dwi cahyani kemudian sebagi direkturnya.
Greenpeace
di Indonesia
Greenpeace
hadir di Indonesia pada 2005. Berdasarkan hukum yang berlaku diIndonesia,
Greenpeace Indonesia sudah terdaftar resmi di DepartemenKehakiman dan HAM
sebagai perkumpulan Greenpeace dengan pendiri enam pendiriberdasarkan akte
pendiriannya.
Greenpeace
Indonesia memfokuskan kampanyenya pada beberapa persoalan yakni persoalan kehutanan,
energi dan air.Kampanye kehutanan terutamahutan gambut terkait dengan pemanasan
global/perubahan iklim. Kampanye hutanGreenpeace tidak hanya berlangsung di
negara-negara berkembang sepertiIndonesia atau Kongo saja.Kami juga berkampanye
perlindungan hutan dinegara-negara maju, dan berhasil menyelamatkan jutaan
hektar hutan diKanada, Brasil, Rusia dan lain-lain.
Kampanye
mengenai revolusi energi sebagaihal yang krusial dalam menanggulangi bencana
perubahan iklim, yaknimenyerukan efisiensi energi dengan peningkatan
besar-besaranpenggunaan energi terbarukan dan meninggalkan penggunaan energi
fosil kotor.
Air
adalah sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan namun juga menjadi sumber
daya esensial yang paling terancam di dunia.Polusi limbah kimia industri
mengkontaminasi sumber-sumber air bersih kita.Pada tahun 2011 Greenpeace
memulai kampanye Air Bersih Bebas Bahan Kimia Beracun di Indonesia dengan
meluncurkan kampanye penyelamatan Sungai Citarum bernama ‘Citarum Nadiku, Mari
Rebut Kembali'.
§
Memperingati
20 tahun Bencana Chernobyl, mulai tanggal 9 hingga 14 Mei 2006, Greenpeace berkerjasama dengan Galeri Foto Jurnalistik Antara menggelar pameran foto karya Robert Knoth, fotografer dunia kelahiran Rotterdam, Belanda, yang
semenjak 1994 berkerja
di berbagai penjuru dunia seperti Afganistan, Sudan, Angola, Somalia, Burkina Faso, Sierra Leone, Thailand dan
berbagai daerah lainnya. Foto-fotonya yang ditampilkan pada pameran di Galeri
Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta menampilkan potret para penduduk desa di sekitar wilayah Chernobyl yang
hingga kini dihantui oleh berbagai penyakit seperti kanker dan leukimia akibat
efek radiasi dan
pencemaran nuklir tragedi
Chernobyl.
§
Aksi
Masyarakat Jepara untuk menolak daerah di jadikan salah satu tapak pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berhasil membuat NU Jawa Tengah
memfatwakan haram untuk PLTN.
Kampanye
Green Peace:
1.
Melindungi
hutan Indonesia
3.
Akhir dari
zaman nuklir