Read Me

Minggu, 14 Juli 2013

WALHI, WWF, dan Green Peace



A.                 WALHI (WAHANA LINGKUNGAN HIDUP)

Walhi didirikan pada 15 Oktober 1950 sebagai reaksi dan keprihatinan atas ketidakadilan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan sumber-sumber kehidupan, sebagai akibat dari paradigma dan proses pembangunan yang tidak memihak keberlanjutan dan keadilan. WALHI merupakan forum kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi non-pemerintah (LSM/Ornop/NGO), Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

WALHI hadir di 27 provinsi dengan 479 organisasi anggota dan 156 anggota individu (Desember 2011) yang secara aktif berkampanye di tingkat lokal dan nasional. Di tingkat internasional, WALHI berkampanye melalui jaringan Friends of the Earth Internasional yang beranggotakan 71 organisasi akar rumput di 70 negara, 15 organisasi afiliasi, dan lebih dari 1 juta anggota individu.

Tentang organisasi
 Isu strategis WALHI
  • WALHI Mandiri
  • Tata pemerintahan yang Baik dan Bersih
  • Membangun perlawanan Rakyat melawanneo-imperalisme (penjajahan baru)
Kegiatan utama

Permasalahan lingkungan saling terkait dan telah berdampak besar terhadap kehidupan masnusia dalam bentuk pemiskinan, ketidakadilan dan menurunnya kualitas hidup manusia. Sebagai solusi, penyelamatan lingkungan hidup harus menjadi sebuah gerakan publik.
Sebagai organisasi publik, WALHI terus berupaya:
  • Menjadi organisasi yang populis, inklusif dan bersahabat.
  • Menjadi organisasi yang bertanggung gugat dan transparan.
  • Mengelola pengetahuan yang dikumpulkannya untuk mendukung upaya penyelamatan lingkungan hidup yang dilakukan anggota dan jaringannya maupun publik.
  • Menjadi sumberdaya ide, kreatifitas dan kaderisasi kepemimpinan dalam penyelamatan lingkungan hidup.
  • Menggalang dukungan nyata dari berbagai elemen masyarakat.
  • Menajamkan fokus dan prioritas dalam mengelola Kampanye dan advokasi untuk berbagai isu:
    1. Air, pangan dan keberlanjutan
    2. Hutan dan Perkebunan
    3. Energi dan Tambang
    4. Pesisir dan Laut
    5. Isu-isu Perkotaan

Menjadi organisasi publik

Tingkat kerusakan lingkungan hidup saat ini telah menimbulkan masalah-masalah sosial seperti pengabaian hak-hak asasi rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat, marjinalisasi, dan pemiskinan. Oleh karenanya, masalah lingkungan hidup harus didudukkan sebagai masalah sosial.
Sehingga gerakan lingkungan hidup perlu mentransformasikan dirinya menjadi gerakan sosial yang melibatkan seluruh komponen masyarakat seperti buruh, petani, nelayan, guru, kaum profesional, pemuda, remaja, anak-anak, dan kaum perempuan.

Menyadari tantangan tersebut, organisasi WALHI telah berubah menjadi organisasi publik yang tidak hanya beranggotakan organisasi non pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat. Organisasi publik yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada perseorangan yang peduli dan berminat terlibat serta mendukung gerakan lingkungan hidup di Indonesia. Hal ini bertujuan mendorong percepatan gerakan lingkungan hidup menjadi gerakan sosial yang luas.
Perseorangan dan publik umum sekarang dapat bergabung menjadi anggota Sahabat WALHI dan terlibat secara aktif di dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup Indonesia.

Kelembagaan

Sebagai forum, WALHI menganut sistem pemerintahan yang demokratis dengan prinsip tanggung gugat dan transparan. Di tingkat nasional, Eksekutif Nasional menjalankan program-program nasional organisasi, sementara kelembagaan yang merupakan representasi seluruh anggota untuk menjalankan fungsi legislatif disebut Dewan Nasional.

Eksekutif Nasional dan daerah dipilih melalui pemilihan langsung. Struktur organisasi dibangun berdasarkan prinsip Trias Politika untuk menjamin pelaksanaan pembagian kekuasaan dan kontrol dan untuk menghindari penyelewengan kekuasaan.

Eksekutif nasional dan Eksekutif Daerah, Dewan Nasional dan Dewan Daerah dan Majelis Etik Nasional adalah bagian dari trias politika WALHI yang menjalankan hak dan kewajiban dan tercantum dalam statuta. Untuk memastikan jalannya organisasi, posisi direktur eksekutif dibatasi maksimal hingga dua kali masa jabatan selama tiga tahun.

WALHI ada di 26 provinsi di Indonesia. Semua menjalankan forumnya dengan independen, termasuk pendanaan dan pengelolaannya. Di tingkat nasional, Eksekutif Nasional berperan sebagai koordinator dan dan fasilitator dalam aktivitas nasional dan internasional.

Pengambilan keputusan WALHI

Forum pengambilan keputusan tertinggi WALHI adalah dalam pertemuan anggota setiap tiga tahun yang disebut Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH). Forum ini menerima dan mensahkan pertanggungjawaban Eksekutif Nasional, Dewan Nasional serta Majelis Etik Nasional; merumuskan strategi dan kebijakan dasar WALHI; menetapkan dan mensahkan Statuta; serta menetapkan Eksekutif Nasional, Dewan Nasional, dan Majelis Etik Nasional.

Setiap tahun diselenggarakan pula Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) sebagai forum konsultasi antarkomponen WALHI dan evaluasi program WALHI. Format pengambilan keputusan yang sama juga terjadi di forum-forum WALHI daerah.


Sumber pendanaan

Sumber pendanaan WALHI berasal dari iuran anggota, sumbangan masyarakat individu, serta lembaga dana lainnya baik lokal, nasional maupun internasional, sepanjang tidak mengikat dan tidak berasal dari kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan visi-misi serta nilai-nilai WALHI. WALHI juga melakukan usaha-usaha lain yang legal dan tidak bertentangan dengan visi-misi serta nilai-nilai WALHI.
Dana tersebut dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan yang benar dan dipertanggungjawabkan secara berkala kepada komponen WALHI dan kepada publik.

B.                 WWF (World Wide Fondation)

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang terletak di bagian paling barat Pulau Jawa merupakan Taman Nasional yang penting bagi Indonesia dan dunia. TN Ujung Kulon ini menjadi taman nasional pertama di Indonesia dan telah ditetapkan sebagai salah satu situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1992. 
WWF-Indonesia memulai program konservasinya sejak tahun 1962 dengan membantu pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dalam menjaga kelangsungan hidup Badak Jawa atau Badak Bercula Satu(Rhinoceros sondaicus). Karena kekayaan flora dan fauna di dalamnya serta merupakan kawasan yang penting bagi masyarakat sekitarnya inilah maka TN Ujung Kulon harus dijaga kelestarian dan keberlangsungannya. 
Upaya konservasi yang telah dilakukan selama ini diarahkan untuk melindungi habitat satwa Badak Jawa yang sangat langka dan telah dikategorikan sebagai critically endangered atau "sangat terancam" dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Red List of Threatened Species), diantaranya melalui monitoring populasi. Selain kawasan hutan, TN Ujung Kulon juga memiliki kawasan laut yang sangat signifikan sehingga masyarakat di sekitarnya juga memanfaatkan sektor perikanan. Namun kawasan laut ini mendapat beberapa ancaman terhadap ekosistem terumbu karang seperti pemanfaatan lahan pantai dan pesisir secara berlebihan, polusi insektisida dan usaha-usaha penangkapan ikan yang merusak seperti penggunaan sianida, bom maupun overfishing dan juga ancaman ekologis seperti sedimentasi dan pemutihan karang akibat pemanasan global.
Kerusakan habitat ini dapat berakibat pada penurunan pendapatan dari sektor perikanan dan pertanian sehingga masyarakat pesisir kemudian melanggar batas kawasan taman nasional dan kemudian mengubah vegetasi asli menjadi lahan pertanian. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya habitat badak yang penting. Oleh karena itu, Sejak tahun 1998 --selain konservasi habitat terrestrial-- WWF-Indonesia memandang perlu untuk melakukan konservasi kawasan laut sebagai upaya konservasi yang terintegrasi di Ujung Kulon. 
Aktivitas monitoring terumbu karang di sekitar ekosistem pesisir laut dilakukan untuk perolehan data status terumbu karang di Ujung Kulon sejak 1998. Hasil monitoring menunjukan bahwa walaupun penutupan karang tidak terlalu luas dan ancaman dari aktivitas manusia masih terus berlangsung, terumbu karang di Ujung Kulon menunjukan pertumbuhan dan pemulihan yang signifikan. Oleh karena itu WWF-Indonesia dan Balai TNUK mendapat dukungan untuk terus mempertahankan pemulihan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang. Dukungan tersebut berupa anggaran dana untuk melaksanakan patroli laut secara berkala serta partisipasi masyarakat dalam konservasi ekosistem karang sebagai upaya pemberdayaan masyarakat lokal.
Tujuan dan agenda WWF antara lain:
1.                   Pemberdayaan masyarakat pesisir
Masyarakat lokal yang tinggal di kawasan penyangga TN Ujung Kulon sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Nelayan lokal umumnya sangat bergantung pada sumber daya laut untuk kelangsungan hidup mereka. Populasi terumbu karang yang rendah disertai adanya indikasi penurunan berdampak terhadap penghasilan masyarakat lokal. 
Masyarakat pun menyadari bahwa sangat penting untuk menjaga kelangsungan terumbu karang dalam kondisi optimal untuk pemulihan ekosistem sehingga berdampak terhadap penghidupan nelayan lokal. Masyarakat lokal di kawasan Ujung Kulon telah mendirikan sebuah prakarsa kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan Sumber daya Pesisir atau Coastal Resource Management and Protection (CRMP). Oleh karena itu mereka membutuhkan dana untuk keberlangsungan aktivitas patroli berkala sebagaimana dapat memberikan penghasilan untuk keluarganya. 
2.                  Program rehabilitasi karang
Program Rehabilitasi Karang 'Build Reef' ini merupakan sebuah program ekowisata yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia Program Konservasi Ujung Kulon yang bertujuan:
·                     Memperbaiki ekosistem terumbu karang dengan menempatkan suatu struktur buatan atau dikenal dengan transplantasi karang buatan. Di banyak tempat, karang buatan telah diketahui sebagai suatu metode yang paling mudah diterapkan untuk perbaikan ekosistem karang yang rusak dan meningkatkan produksi perikanan serta mengembangkan potensi ekowisata.  
·                     Penempelan koloni karang lunak pada struktur buatan bertujuan menarik ikan-ikan dan organisme lain untuk memastikan pemulihan terumbu karang. Koloni karang lunak berasal dari petani lokal untuk menjamin bahwa kegiatan Build Reef tidak akan membahayakan populasi karang alami.  
·                     Pengembangan potensi sektor ekowisata sehingga diharapkan wisatawan yang datang dapat menjadi pendapatan yang potensial buat masyarakat lokal.  
Dalam program rehabilitasi karang ini, para penggemar olahraga menyelam diajak untuk berkontribusi terhadap upaya konservasi karang dengan ikut memasang dan memelihara struktur karang buatan atau dikenal dengan sebutan rak. Rak ini terbuat dari beton dengan penambahan bambu pada struktur rak. Berat satu buah rak dapat mencapai 100 kg untuk proses fiksasi di lokasi penumbuhan karang buatan tersebut. Oleh karena itu, rak telah disiapkan di lokasi namun para penyelam tetap akan berpartisipasi dengan memperkuat struktur rak tersebut ke dalam substrat (pasir). 
Langkah selanjutnya adalah memilih koloni karang yang akan ditempelkan pada rak. Koloni karang ditempelkan pada substrat mini sehingga koloni akan lengket pada struktur rak. Keranjang berisi koloni karang akan ditaruh agak jauh dari rak untuk menghindari kerusakan selama proses fiksasi sekaligus memperkuat struktur rak. Penyelam akan berenang mendekati keranjang karang lalu membawa dua buah koloni dan kemudian menempelkannya pada rak. Penyelam dianjurkan hanya membawa dua buah koloni saja untuk menghindari kompetisi antar koloni akibat terlalu padat. Jumlah total rak dan koloni karang yang akan dipasang pada kegiatan minggu ini sebanyak 24 rak dan 600 koloni karang. Selama proses transplantasi akan menyebabkan air menjadi keruh, namun instruktur selam tetap akan mengawasi keamanan dan keselamatan para penyelam yang ikut didalamnya. 

Setelah selang beberapa waktu, karang buatan yang baru dapat dikunjungi kembali. Para penyelam yang ikut program rehabilitasi karang akan menjadi pengunjung pertama yang akan mengamati langsung hasil kerja keras mereka. Selanjutnya para penyelam tersebut akan diminta untuk memberikan sebuah nama sebagai penghargaan untuk karang yang baru ini. Nama karang yang baru beserta lokasi koordinatnya pun akan dicatat. Kemudian sebuah sertifikat akan diberikan kepada para penyelam Build Reeef. Sertifikat ini tidak menunjukan hak atau kepemilikan terhadap karang yang ditanam, namun hanya menyatakan bahwa individu yang bersangkutan ikut terlibat dalam kegiatan tranplantasi karang tersebut.
3.   Kontribusi penyelam
Dengan menandatangani dan bergabung dalam aktivitas rehabilitasi karang, para penyelam telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi upaya konservasi melalui :

1. Membantu pemasangan struktur karang buatan dan koloni karang untuk perbaikan ekosistem laut.

2. Memberikan pendapatan alternatif untuk masyarakat lokal melalui sektor ekowisata.

3. Sebagai upaya berkelanjutan dari perlindungan ekosistem terumbu karang melalui inisiatif lokal / unit patroli masyarakat (Community Patrol Unit)
Hasil pendapatan dari kegiatan upaya rehabilitasi karang akan digunakan untuk:

1. Membuat lebih banyak lagi struktur karang buatan.
2. Dana pemeliharaan karang budidaya sebagai salah satu pendapatan masyarakat lokal sekaligus untuk melindungi populasi karang alami.
3. Dana untuk kegiatan patroli kawasan.
4. Administrasi (tiket masuk ke taman nasional, sertifikat, dll)
4.  Liburan untuk koservasi
Pulau Badul, Kawasan Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon 

18-20 Mei 2007
Sejumlah 24 rak karang buatan yang telah dipasang berhasil ditanami hampir 600 koloni karang yang terdiri dari 11 spesies karang keras/hard coral dan karang lunak/soft coral di pesisir timur Pulau Badul, sebuah pulau kecil di kawasan penyangga Taman Nasional Ujung Kulon. Upaya-upaya konservasi ini dapat berlangsung berkat kerja keras dan antusiasme kelompok penyelam Cecelia Ann. Dengan perlindungan yang memadai serta upaya konservasi dari semua pemangku kepentingan (stakeholders), karang buatan yang telah ditanam di Pulau Badul ini diharapkan dapat bertahan selama bertahun-tahun ke depan. 
3.                  WWF-Indonesia Dorong Pengembalian Fungsi Daerah Aliran Sungai
Oleh: Ary Pamungkas


 Bertempat di Desa Glonggong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Ciliwung Institute bersama Komunitas Ciliwung dan WWF-Indonesia pada Minggu lalu (11/11) mengadakan aksi melestarikan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Aksi ini dilakukan dalam rangka perayaan Hari Ciliwung sekaligus merupakan upaya memperkenalkan arti penting sungai Ciliwung bagi masyarakat.

DAS seperti Sungai Ciliwung hingga saat ini sering hanya dipandang sebagai sumber dan tempat mengalirnya air dari hulu ke hilir, hingga pantai atau pesisir. Padahal dalam arti luas, DAS Ciliwung merupakan suatu sistem ekologi yang sangat kompleks; di dalamnya banyak mengandung berbagai sumber daya alam (SDA), baik terbarukan maupun tidak terbarukan. Sungai sepanjang 120 kilometer yang mengalir dari Gunung Gede hingga bermuara di Pelabuhan Sunda Kelapa ini juga menjadi tempat pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat di Jakarta, Depok, dan Bogor. 

Namun dalam 3 (tiga) dekade terakhir, DAS Ciliwung Hulu banyak beralih fungsi; dari sebagai hutan alami dan lahan garapan petani lokal, menjadi daerah komersial. Akibatnya, kini DAS Ciliwung masuk dalam salah satu DAS dengan kategori kritis di Indonesia.

Tak ayal, SDA hayati di Ciliwung kian susut seiring rusaknya ekosistem mereka. Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, 92 persen ikan di Sungai Ciliwung telah punah dan sekitar 60 persen moluska dan crustacea juga menghilang.

Persoalan baru yang kini juga tengah dihadapi oleh DAS Ciliwung adalah pembangunan perumahan yang memakai wilayah DAS Ciliwung. Padahal, undang-undang telah jelas mengatur bahwa DAS diperuntukkan bagi wilayah vegetasi dan konservasi.

Untuk itulah perayaan Hari Ciliwung tahun ini diisi dengan kegiatan edukasi bagi warga yang tinggal di pinggiran DAS Ciliwung. Mereka tak hanya belajar dan memahami betapa pentingnya konservasi sungai, namun juga berkesempatan berbagi gagasan mengenai cara pelestarian DAS Ciliwung dengan warga lainnya.

“Bangkitnya kesadaran konservasi ini penting, sebab kondisi Ciliwung memprihatinkan. Saat ini Ciliwung bisa dikatakan tak mampu mengakomodasi kebutuhan warga yang dilintasinya,” ujar Fadel Ahmad, salah satu penggiat di Ciliwung Institute. “Untuk itu, dengan perayaan ini kita ingin mengembalikan kesadaran masyarakat tentang arti penting Sungai Ciliwung bagi kehidupan mereka. Bukan sekadar sebagai aliran sungai saja,” imbuhnya. 

Perayaan Hari Ciliwung dimeriahkan pula dengan lomba mewarnai, pameran poster, dan diskusi tentang pengelolalan DAS dari hulu hingga ke hilir yang dapat dilakukan oleh semua pihak sesuai dengan ruang lingkupnya masing-masing. WWF-Indonesia menghadirkan Tri Agung Rooswiadji, National Coordinator for Freshwater Program WWF-Indonesia, dan Dudi Rufendi, NEWtrees Coordinator WWF-Indonesia.
 
Dalam diskusi tersebut, Tri Agung Rooswiadji memperkenalkan skemaPayment for Environmental Services (PES air) di wilayah Hutan Lindung Rinjani, Lombok, NTB. Skema PES yang melibatkan PDAM Kotamadya Mataram dan individu-individu pengguna air di Mataram sebagai pembeli, merupakan model pendanaan berkelanjutan yang memberikan insentif bagi masyarakat hulu untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan yang baik di ekosistem Gunung Rinjani. Berdasarkan peraturan peraturan daerah No. 4/2007, 75 persen biaya yang dibebankan pada masyarakat yang menggunakan jasa air dari PDAM Lombok dialokasikan kepada masyarakat di kawasan Gunung Rinjani sebagai mekanisme "penggantian" untuk membantu melestarikan hutan dimana ketersediaan air sangat mempengaruhi sistem kehidupan yang ada di pulau kecil itu.
Di kesempatan lain, Dudi Rufendi menjelaskan program restorasi hutan, yakni memberikan wacana baru bagi masyarakat guna membantu proses reforestasi untuk melindungi taman nasional dan mengawasi pertumbuhan pohon-pohon melalui Geotags (pelabelan pohon dengan garis lintang dan garis bujur/koordinat lokasi yang tepat). Setiap pembeli NEWtrees nantinya akan dapat memantau pertumbuhan pohon mereka menggunakan fasilitas Google Earth, dimana pohon yang mereka tanam dinamai sesuai dengan nama mereka masing-masing. Foto yang menginformasikan perkembangan pohon yang ditanam akan terus diperbaharui setiap 6 bulan sekali oleh WWF-Indonesia.


C.                 GREEN PEACE
Greenpeace adalah suatu organisasi lingkungan global yang didirikan di Vancouver British, Columbia, Kanada pada 1970. Greenpeace dikenal menggunakan aksi langsung tanpa kekerasan konfrontasi damai dalam melakukan kampanye untuk menghentikan pengujian nuklir rangkasa dan bawah tanah, begitu juga dengan kampanye menghentikan penangkapan ikan pausbesar-besaran.
Pada tahun-tahun berikutanya, fokus organisasi mengarah ke isu lingkungan lainnya, seperti penggunaan pukat ikan, pemanasan global, dan rekayasa genetika.
Greenpeace mempunyai kantor regional dan nasional pada 41 negara-negara di seluruh dunia, yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di Amesterdam Organisasi global ini menerima pendanaan melalui kontribusi langsung dari individu yang diperkirakan mencapai 2,8 juta para pendukung keuangan, dan juga dari dana dari yayasan amal tetapi tidak menerima pendanaan dari pemerintah atau korporasi.
Pernyataan resmi misi Greanpeace menyebutkan:
Greenpeace adalah organisasi independen yang berkampanye menggunakan konfrontasi kreatif anti kekerasan untuk mengungkap permasalahan lingkungan global dan untuk memaksa solusi bagi sebuah masa depan yang damai dan hijau. Target Greenpeace adalah untuk memastikan kemampuan bumi untuk kelangsungan hidup bagi semua keanekaragamannya.

Sejarah

Asal mula Greenpeace dimulai dengan pembentukan formasi Don't Make A Wave Comittee oleh sekelompok aktivis Kanada dan Amerika di Vancouvernpada 1970. Nama komite ini diambil dari sebuah slogann yang digunakan selama protes terhadap uji coba nuklir Amerika Serikat pada akhir 1969, komite datang bersama-sama dengan sasaran menghentikan ujicoba pemboman nuklir bawah tanah tahap ke-dua dengan kodeCannikin oleh militer AS dibawah pulau Amcitca, Alaska. Kapal ekspedisi pertama disebut Greenpeace I, kapal ekspedisi ke-dua disebut Greenpeace Too!.  Uji coba tidak berhasil dihentikan, tetapi komite telah membentuk dasar untuk aktivitas Greenpeace selanjutnya.
Bill Darnell adalah orang yang mengkombinasikan kata green (hijau) dan peace (damai), yang kemudian menjadi nama bagi organisasi ini.
Pada4 Mei 1972, setelah Dorothy Stowe menyelesaikan masa jabatan ketua Don't Make A Wave Committee, organisasi ini kemudian secara resmi mengganti namanya menjadi "Yayasan Greenpeace". risa dwi cahyani kemudian sebagi direkturnya.

Greenpeace di Indonesia

Greenpeace hadir di Indonesia pada 2005. Berdasarkan hukum yang berlaku diIndonesia, Greenpeace Indonesia sudah terdaftar resmi di DepartemenKehakiman dan HAM sebagai perkumpulan Greenpeace dengan pendiri enam pendiriberdasarkan akte pendiriannya.
Greenpeace Indonesia memfokuskan kampanyenya pada beberapa persoalan yakni persoalan kehutanan, energi dan air.Kampanye kehutanan terutamahutan gambut terkait dengan pemanasan global/perubahan iklim. Kampanye hutanGreenpeace tidak hanya berlangsung di negara-negara berkembang sepertiIndonesia atau Kongo saja.Kami juga berkampanye perlindungan hutan dinegara-negara maju, dan berhasil menyelamatkan jutaan hektar hutan diKanada, Brasil, Rusia dan lain-lain.
Kampanye mengenai revolusi energi sebagaihal yang krusial dalam menanggulangi bencana perubahan iklim, yaknimenyerukan efisiensi energi dengan peningkatan besar-besaranpenggunaan energi terbarukan dan meninggalkan penggunaan energi fosil kotor.
Air adalah sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan namun juga menjadi sumber daya esensial yang paling terancam di dunia.Polusi limbah kimia industri mengkontaminasi sumber-sumber air bersih kita.Pada tahun 2011 Greenpeace memulai kampanye Air Bersih Bebas Bahan Kimia Beracun di Indonesia dengan meluncurkan kampanye penyelamatan Sungai Citarum bernama ‘Citarum Nadiku, Mari Rebut Kembali'.
Peristiwa
§  Memperingati 20 tahun Bencana Chernobyl, mulai tanggal 9 hingga 14 Mei 2006, Greenpeace berkerjasama dengan Galeri Foto Jurnalistik Antara menggelar pameran foto karya Robert Knoth, fotografer dunia kelahiran Rotterdam, Belanda, yang semenjak 1994 berkerja di berbagai penjuru dunia seperti Afganistan,  Sudan, Angola, Somalia, Burkina Faso, Sierra Leone, Thailand dan berbagai daerah lainnya. Foto-fotonya yang ditampilkan pada pameran di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta menampilkan potret para penduduk desa di sekitar wilayah Chernobyl yang hingga kini dihantui oleh berbagai penyakit seperti kanker dan leukimia akibat efek radiasi dan pencemaran nuklir tragedi Chernobyl.
§  Aksi Masyarakat Jepara untuk menolak daerah di jadikan salah satu tapak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berhasil membuat NU Jawa Tengah memfatwakan haram untuk PLTN.

Kampanye Green Peace:
1.                  Melindungi hutan Indonesia
2.                  Perubahan Iklim
3.                  Akhir dari zaman nuklir
4.                  Limbah beracun
Comments
0 Comments

0 komentar: