MAKALAH
DASAR-DASAR ILMU SOSIAL
KEMISKINAN
SEBAGAI
MASALAH SOSIAL
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar-dasar Ilmu Sosial
Disusun
oleh:
Dyah
Atmi Fittrias Tuti (7211411175)
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG (UNNES)
Tahun 2011/2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................. i
DAFTAR ISI ............................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang .................................. 1
B.
Rumusan
Masalah .................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
atau Definisi Kemiskinan ................................... 2
B.
Penyebab
Terjadinya Kemiskinan ................................... 2
C.
Kemiskinan
sebagai Masalah Sosial ................................... 4
D.
Dampak
yang Ditimbulkan Akibat Kemiskinan ................................... 4
E.
Cara
Mengatasi Masalah Kemiskinan ................................... 4
BAB III PENUTUP
A.
Saran ................................... 6
B.
Kesimpulan ................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ................................... iv
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
setiap usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya senantiasa tidak
terlepas dari benturan-benturan antara lain nilai dan norma sosial dengan
keterbatasan kemampuan dan sumber-sumber kebutuhan yang diperebutkan. Jika
nilai-nilai atau unsur-unsur kebudayaan pada suatu waktu mengalami perubahan,
dimana anggota-anggota masyarakat terasa terganggu atau tidak lagi dapat
memenuhi kebutuhannya melalui kebudayaan tadi, maka timbul gejala-gejala sosial
yang meresahkan masyarakat yang disebut dengan masalah sosial. Masalah sosial
dapat berupa kebutuhan-kebutuhan sosial maupun biologis. Masalah sosial dapat
disebabkan oleh ketidakseimbangan pergaulan dalam masyarakat, sedangkan
kebutuhan biologis disebabkan kebutuhan-kebuuhan biologis tersebut sulit atau
tidak bisa lagi dipenuhi, seperti kebutuhan makan, minum, dan sebagainya.
Menurut
pendapat Harold A. Phelps dalam Abdulsyani(1994:183), ada 4 sumber timbulnya
masalah sosial, yaitu:
1.
Yang
berasal dari faktor-faktor ekonomis,antara lain termasuk kemiskinan dan pengangguran.
2.
Yang
berasal dari faktor-faktor biologis, antara lain meliputi penyakit jasmani dan
cacat.
3.
Yang
berasal dari faktor-faktor psikologis, seperti sakit saraf, jiwa, lemah
ingatan, sukar menyesuaikan diri, dan bunuh diri.
4.
Yang
berasal dari faktor-faktor kebudayaan, seperti masalah-masalah umur tua, tidak
punya tempat kediaman, janda perceraian, kejahatan dan kenakalan anak muda,
serta perselisihan-perselisihan agama, suku dan ras.
Soekanto (1995) menegaskan bahwa masalah
sosial akan terjadi, apabila kenyataan yang dihadapi oleh warga masyarakat
berbeda dengan harapannya. Secara lebih lanjut dikatakan bahwa masalah sosial
menyangkut persoalan yang terjadi pada proses interaksi sosial.
Di dalam makalah ini, penulis akan membahas
lebih lanjut mengenai kemiskinan sebagai salah satu masalah sosial yang terjadi
di masyarakat. Karena sebagaimana kita ketahui, di Indonesia sendiri masalah
kemiskinan merupakan masalah yang sampai saat ini menjadi masalah yang berat
bagi Indonesia. Terlebih dalam posisi Indonesia sebagai negara berkemabang
dengan jumlah penduduk yang sangat majemuk.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
definisi tentang kemiskinan yang merupakan salah satu dari masalah sosial?
2.
Apa
yang menyebabkan terjadinya kemiskinan?
3.
Mangapa
kemiskinan termasuk dalam kategori masalah sosial?
4.
Apakah
dampak yang ditimbulkan akibat kemiskinan?
5.
Bagaimanakah
cara untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia?
BAB II
A.
Pengertian
atau Definisi Kemiskinan
Soekanto (1995:406) berpendapat bahwa
kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
B.
Penyebab
Terjadinya kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah
sosial yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di
negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai
kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan
pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan mungkin
“misteri” mengenai kemiskinan ini.
Dalam konteks masyarakat
Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa
relevan untuk dikaji secara terus menerus. Ini bukan saja karena masalah
kemiskinan telah ada sejak lama, melainkan pula karena masalah ini masih hadir
di tengah-tengah kita dan bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan
dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia.
Meskipun pembahasan kemiskinan pernah mengalami tahap kejenuhan sejak
pertengahan 1980-an, upaya pengentasan kemiskinan kini semakin mendesak kembali
untuk dikaji ulang. Beberapa alasan yang mendasari pendapat ini antara lain
adalah:
Pertama, konsep kemiskinan
masih didominasi oleh perspektif tunggal, yakni “kemiskinan pendapatan” atau
“income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para
pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret
kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang
ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Kedua, jumlah orang miskin di
Indonesia senantiasa menunjukkan angka yang tinggi, baik secara absolut maupun
relatif, di pedesaan maupun perkotaan. Meskipun Indonesia pernah dicatat
sebagai salah satu negara berkembang yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan,
ternyata masalah kemiskinan kembali menjadi isu sentral di Tanah Air karena
bukan saja jumlahnya yang kembali meningkat, melainkan dimensinya pun semakin
kompleks seiring dengan menurunnya kualitas hidup masyarakaat akibat terpaan
krisis ekonomi sejak tahun 1997.
Ketiga, kemiskinan mempunyai
dampak negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) terhadap tatanan
kemasyarakatan secara menyeluruh. Berbagai peristiwa konflik di Tanah Air yang
terjadi sepanjang krisis ekonomi misalnya, menunjukkan bahwa ternyata persoalan
kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang ditampilkan
oleh rendahnya daya beli masyarakat, melainkan pula mempengaruhi ketahanan
sosial masyarakat dan ketahanan nasional.
Secara umum ada beberpa
faktor yang menyebabkan terjadinya msalah kemiskinan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Rendahnya tingkat pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan seseorang dapat memicu terjadinya kemiskinan. Hal ini karena individu tersebut tidak memiliki pengetahuan atau pendidikan, keterampilan yang memadai yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan dan dapat menaikkan taraf hidup individu tersebut serta mampu memenuhi kebutuhannya.
Rendahnya tingkat pendidikan seseorang dapat memicu terjadinya kemiskinan. Hal ini karena individu tersebut tidak memiliki pengetahuan atau pendidikan, keterampilan yang memadai yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan dan dapat menaikkan taraf hidup individu tersebut serta mampu memenuhi kebutuhannya.
2.
Kurangnya kreativitas individu
Jika seseorang dapat menggunakan kretivitasnya, tidak dipungkiri mereka dapat memiliki penghasilan yang dapat menaikkan taraf hidup mereka. Mereka dapat menggunakan sarana prasarana dan segala aspek yang ada untuk mencari dan mendapatkan sumber penghasilan.
Jika seseorang dapat menggunakan kretivitasnya, tidak dipungkiri mereka dapat memiliki penghasilan yang dapat menaikkan taraf hidup mereka. Mereka dapat menggunakan sarana prasarana dan segala aspek yang ada untuk mencari dan mendapatkan sumber penghasilan.
3.
Tingkat kelahiran yang tinggi
Tingkat kelahiran yang tinggi ini juga dapat memicu terjadinya kemiskinan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya pengeluaran biaya yang lebih besar, sehingga dapat dimungkinkan harta kekayaannya lama kelamaan akan terkuras. Namun hal ini berbeda untuk kelompok sosial yang memiliki penghasilan yang cukup bahkan lebih atau tetap. Mereka menganggap masih mampu menghidupi anggota keluarganya. Maka mereka tidak dianggap sebagai kelompok sosial miskin. Hal ini tampak sebagian besar di kota-kota besar.
Tingkat kelahiran yang tinggi ini juga dapat memicu terjadinya kemiskinan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya pengeluaran biaya yang lebih besar, sehingga dapat dimungkinkan harta kekayaannya lama kelamaan akan terkuras. Namun hal ini berbeda untuk kelompok sosial yang memiliki penghasilan yang cukup bahkan lebih atau tetap. Mereka menganggap masih mampu menghidupi anggota keluarganya. Maka mereka tidak dianggap sebagai kelompok sosial miskin. Hal ini tampak sebagian besar di kota-kota besar.
4.
Pengaruh lingkungan hidup atau tempat tinggalnya
Lingkungan hidup dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Seseorang yang berada di lingkungan miskin pasti akan ikut terbawa arus kemiskinan. Apalagi individu-individu dalam kelompok tersebut adalah individu-individu yang tidak mampu mengurusi dirinya sendiri dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya serta berada dalam gelombang kebodohan atau kelompok yang anggota kelompoknya senantiasa malas untuk bekerja.
Lingkungan hidup dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Seseorang yang berada di lingkungan miskin pasti akan ikut terbawa arus kemiskinan. Apalagi individu-individu dalam kelompok tersebut adalah individu-individu yang tidak mampu mengurusi dirinya sendiri dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya serta berada dalam gelombang kebodohan atau kelompok yang anggota kelompoknya senantiasa malas untuk bekerja.
5.
Keturunan
Tingkat ekonomi dari kelompok sosialnya dapat mempengaruhi dengan jelas. Individu yang berasal dari golongan miskin, tidak menutup kemungkinan akan memyebabkan ia ikut miskin. Karena orang tuanya tidak mampu mencukupi segala kebutuhannya, sehingga mereka menganggap kehidupannya adalah takdir yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Sehingga kurang adanya kemauan dan usaha untuk mengubah keadaannya.
Tingkat ekonomi dari kelompok sosialnya dapat mempengaruhi dengan jelas. Individu yang berasal dari golongan miskin, tidak menutup kemungkinan akan memyebabkan ia ikut miskin. Karena orang tuanya tidak mampu mencukupi segala kebutuhannya, sehingga mereka menganggap kehidupannya adalah takdir yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Sehingga kurang adanya kemauan dan usaha untuk mengubah keadaannya.
Hal-hal lain yang tampak nyata menyebabkan kemiskinan
banyak terjadi di kota-kota besar yaitu antara lain arus urbanisasi. Banyak
para urban dari desa datang ke kota, kebanyakan dari mereka bertujuan mencari
pekerjaan. Namun banyak juga dari mereka gagal mendapatkan pekerjaan, karena
mereka tidak memiliki keahlian atau keterampilan tertentu untuk bekerja di
kota.Dan juga mereka tidak mempunyai sanak famili yang tinggal di kota.
Sehingga hidupnya terkatung-katung tidak menentu, dan merekapun hidup di tempat
yang tidak layak dihuni. Dan menyebabkan tingkat kemiskinan di kota meningkat,
karena mereka tidak memiliki penghasilan dan tidak dapat memenuhi segala
kebutuhannya.
Sadar bahwa isu kemiskinan
merupakan masalah sosial yang senantiasa aktual, pengkajian konsep kemiskinan
merupakan upaya positif guna menghasilkan pendekatan dan strategi yang tepat
dalam menanggulangi masalah krusial yang dihadapi Bangsa Indonesia dewasa ini.
C.
Kemiskinan
sebagai Masalah Sosial
Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin
secara berdampingan tidak mrupakan maslah sosial sampai saatnya perdagangan
berkembang dengan sangat pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru.
Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan ditetapkan tarf kehidupan
tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah
sosial. Pada waktu itu individu sadarakan kedudukan ekonominya, sehingga mereka
mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap
sebagai masalah sosial, apabila perbedaan kedudukan ekonomi para warga masyarakat
ditentukan secara tegas.
Pada masyarakat modern yang kompleks,
kemiskinan menjadi masalah sosial karena sikap membenci kemiskinan tersebut.
Seseorang bukan merasa miskin karena kurang makan, pakaian, dan perumahan.
Namun karena harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf hidupnya
yang ada. Hal ini terlihat di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta.
Seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi, atau mobil.
Sehingga lama kelamaan benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi
keadaan sosial ekonomi seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya. Dengan
demikian, persoalannya mungkin menjadi lain, yaitu tidak adanya pembagian
kekayaan yang merata.
D.
Dampak
yang Ditimbulkan Akibat Kemiskinan
Masalah kemiskinan yang terjadi akan
menimbulkan dampak atau akibat yang dapat terjadi yaitu meningkatnya tingkat
kriminalitas. Kriminalitas disini yang sering terjadi antara lain adalah
pencurian, pencopetan, perampokan, dan lain-lain. Alasan mereka melakukan hal
itu adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena mereka tidak mempunyai
penghasilan untuk mencukupi kebutuhannya. Seseorang cenderung melakukan apa
saja jika terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik itu dengan cara
halal maupun tidak. Sehingga tingkat kriminalitas di kota-kota besar meningkat.
Selain meningkatkan kriminalitas,
kemiskinan juga dapat menyebabkan tingkat kesehatan dan Sumber Daya Manusia
(SDM) semakin rendah. Hal ini terjadi karena masyarakat miskin cenderung
kesulitan pula dalam memenuhi kebutuhan makan mereka. Sehingga kandungan gizi
yang ada pada makanan yang biasa dikonsumsiny setiap hari kurang, atau bahkan
sudah tidak layak konsumsi. Akibatnya, kesehatan mereka terganggu dan tingkat
kesehatannya semakin menurun.
Sementara tingkat SDM atau pendidikan
yang dimiliki oleh masyarakat miskin yang semakin menurun, dapat disebabkan
karena mereka sulit untuk bersekolah atau menyekolah anak mereka (sebagai orang
tua), sehingga pendidikan mereka pun tidak jauh berbeda dengan orang tua
mereka. Padahal pemerintah juga telah banyak menetapkan peraturan dan
program-program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan agar
masyarakat miskin masih tetap bisa bersekolah atau menerima pendidikan hingga
di Perguruan Tinggi sekalipun. Namun mungkin semua itu tetap terjadi karena
beberapa di antara bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin tidak tepat
sasaran.
E.
Cara
Mengatasi Masalah Kemiskinan
Untuk mengatasi masalah kemiskinan,
sebenarnya pemerintah telah berusaha mengentaskan kemiskinan yang senantiasa
terjadi, khususnya di Indonesia yang termasuk negara berkembang. Namun masalah
ini tak kunjung usai, masih saja melanda sebagian besar masyarakat. Entah
karena faktor masyarakat atau individunya ataupun pemerintahnya. Namun sejauh
penulis ketahui, kedua faktor tersebut saling mempengaruhi. Masyarakat yang
etos kerja dan kemauan untuk lebih majunya rendah bahkan tidak ada, kebanyakan
mempunyai sifat pemalas dan hanya mau terima jadi tanpa mau berusaha. Untuk
mengatasi masalah ini, seharusnya pemerintah dan masyarakat saling bekerja
sama. Pemerintah jangan hanya memberi bantuan berupa uang tunai atau bahan
makanan saja. Namun juga memberi pengarahan dan pembekalan atau ketrampilan
tertentu untuk masyarakat miskin, agar dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan
untuk bekerja tanpa dipungut biaya. Sehingga mampu bekerja dan menghidupi
keluarga tanpa menggantungkan hidupnya pada pemerintah. Untuk masyarakat
sendiri diharapkan mampu melaksanakan program tersebut dengan sungguh-sungguh dan
meningkatkan etos kerja. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan
kemiskinan yang sudah lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi. Dan
masalah kemiskinan akan dapat berkurang bahkan hilang sama sekali.
Penyebab lain dari kemiskinan dapat pula
terjadi khususnya di kota-kota besar adalah karena jumlah penduduk yang sangat
padat, sedangkan jumlah lowongan pekerjaan yang sangat terbatas. Sehingga
pemerintah dapat mengatasi kepadatan penduduk tersebut dengan menggalakkan
program urbanisasi. Sehingga jumlah penduduk di setiap daerah dapat merata.
Selain itu juga di daerah-daerah tujuan urbanisasi harus disediakan fasilitas
seperti adanya lowongan pekerjan yang memadahi, sehingga nasib para masyarakat
urban tidak sama seperti sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Soekanto (1995:406) berpendapat bahwa
kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Kemiskinan dapat terjadi karena berbagai
hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Rendahnya
tingkat pendidikan
2.
Kurangnya
kreativitas individu
3.
Tingkat
kelahiran yang tinggi
4.
Pengaruh
lingkungan hidup atau tempat tinggal
5.
Keturunan
Kemiskinan dapat mengakibatkan berbagai
masalah lain, dengan kata lain kemiskinan menimbulkan dampak yang diatranya
adalah tingginya tingkat kriminalitas, tingkat SDM atau pendidikan masyarakat
miskin yang rendah, dan semakin menurunnya tingkat kesehatan masyarakat miskin.
Masalah kemiskinan adalah masalah kita
bersama. Sebagai masalah sosial, kemiskinan harus segera diatasi. Berikut
adalah beberapa cara untuk mengatasi masalah kemiskinan. Tidak hanya tanggung
jawab pemerintah, masalah kemiskinana juga tanggung jawab kita bersama. Untuk
mengatasi masalah ini, seharusnya pemerintah dan masyarakat saling bekerja
sama. Pemerintah jangan hanya memberi bantuan berupa uang tunai atau bahan
makanan saja. Namun juga memberi pengarahan dan pembekalan atau ketrampilan
tertentu untuk masyarakat miskin, agar dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan
untuk bekerja tanpa dipungut biaya. Sehingga mampu bekerja dan menghidupi
keluarga tanpa menggantungkan hidupnya pada pemerintah. Untuk masyarakat
sendiri diharapkan mampu melaksanakan program tersebut dengan sungguh-sungguh
dan meningkatkan etos kerja. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan
kemiskinan yang sudah lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi. Dan
masalah kemiskinan akan dapat berkurang bahkan hilang sama sekali.
B.
Saran
Dengan adanya kemiskinan, khususnya yang
banyak dialami oleh negara berkembang, termasuk Indonesia banyak aspek yang
harus diperbaiki. Di dalam pembahasan makalah ini, penulis telah memberi contoh
cara untuk mengatasi kemiskinan sebagai masalah sosial. Peran pemerintah
sangatlah penting dalam tujuan untuk mengatasi kemiskinan, namun upaya
pemerintah tidaklah berarti apabila tidak diimbangi oleh etos kerja masyarakat
itu sendiri. Maka kerjasma antara pemerintah dan masyarakat ataupun individu
haruslah terjalin dengan baik. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan
kemiskinan yang sudah lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi. Dan
masalah kemiskinan akan dapat berkurang bahkan hilang sama sekali.
Selain itu, karena kemiskinan dapat
menimbulkan masalah lain seperti rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan,
maka perintah juga harus segera mengatasi masalah tersebut. Agar masyarakat
miskin tidak merasa terus-terusan sengasara. Dan diharapkan dengan adanya
peningkatan kesehatan dan pendidikan, masyarakat miskin mampu meningkatkan
taraf hidupnya sendiri dan mampu bangkit dari kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 2002.
Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Gilbert, Alan dan Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta : Tiara
Wacana Yogya.
Hardati, Puji. 2007. Pengantar
Ilmu Sosial. Semarang: FIS Universitas Negeri Semarang
LAMPIRAN
Kemiskinan sebagai
masalah sosial
Februari 25, 2010 Kandaeng Aiman
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat
serius, tumbuh disetiap dimensi dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Pemerintah sendiri telah mencanangkan berbagai program pengentasan kemiskinan.
Pergantian kepemimpinan tak juga mampu menekan jumlah masyarakat miskin.
bukannya masyarakat miskin yang terus berkurang malah isu-isu ketimpangan
sosial yang justru muncul kepermukaan tak memandang itu di perkotaan maupun di
pedesaan.
Dewasa ini penggalakan program pemerintah dalam mengentasan
kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terus dilaksanakan dengan demikian pemberian
bantuan kesetiap kecamatan berupa kucuran dana guna mendukung perencanaan
masyarakat dalam pengembangan daerahnya dan juga program pemerintah berupa
pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan di perkotaan. Hal ini belum mampu
mengangkat masyarakat marginal dan terpinggirkan dari garis kemiskinan. Dapat
pula kemiskinan di sekitar kita telah menjadi bagian dari mentalitas masyarakat
sehingga setiap individu akhirnya merasa nyaman dengan hidupnya meskipun bila
dilihat secara kasat mata justru kehidupan mereka di pandang tidak layak, dapat
pula kemiskinan itu terbentuk dengan eksploitasi kelas sosial di atasnya.
Perdebatan sepanjang masa ini sangan kontroversial dan penuh
polemik yang berkepanjangan. Perdebatan antara penganut teori-teori modernisasi
dan kubu strukturalis pada masalah kemiskinan ini sangat berkepanjangan. Secara
sosiologis kemiskinan tidak saja berasal dari kelemahan diri sebagai mana di
pahami oleh penganut teori modernisasi tetapi juga tidak bisa dinafikkan sebuah
bentukan sosial yang merancang ketidak mampuan baik individu maupun masyarakat
untuk melakukan perubahan dalam dirinya. Dari pertarungan paradigma ini
kemudian lahir apa yang disebut dengan kemiskinan struktural dan kemiskinan
kultural.
Ketidakmampuan pemerintah dalam mengentaskan masalah ini di
perparah dengan di terbitkannya aturan yang melarang orang miskin seperti
misalnya pelarangan menggelandang, mengemis, mengamen dan pekerjaan orang
miskin lainnya di tambah dengan aturan memberikan sanksi bagi orang yang
memberikan sumbagan kepada orang-orang yang menjalani profesi seperti yang di
sebutkan diatas. Dimana ruh dan jiwa mulia undang-undang pasal 34 mengenai
orang miskin di negara ini di letakkan yang berbunyi “fakir miskin dan anak
terlantar di pelihara oleh negara” Di masyarakat Indonesia jumlah rakyat miskin
yang tak juga semakin rendah tentunya akan banyak di temui fenomena seperti
ini. Masyarakat yang plural dan heterogoen bukan merupakan suatu dukungan yang
baik untuk membantu dalam mengentaskan kemiskinan. Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2008 yang merupakan pelaksanaan tahun keempat dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 dan merupakan
kelanjutan RKP Tahun 2007 salah satu poin penting yang direncanakan adalah
peningkatan kesejahteraan rakyat( www.bappenas.com ).
Demikian pula dengan prioritas rencana pembangunan jangka menengah
pemeritah tahun 2005-2010 yang salah satu poinnya juga terkait dengan
pembangunan ekonomi lokal Negara kita yang notabene adalah negara kepulauan
tentu saja tidak sedikit masyarakatnya menggantungkan hidupnya pada laut
sementara kehidupan masyarakat pesisir juga tentu saja sangat memprihatinkan
karena ada sebagian dari penduduk pesisir yang masih menggunakan cara-cara
sederhana dalam melakukan aktivitas penagkapan ikan sehingga besar kemungkinan
masyarakat pesisir seperti ini juga hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal
sebagai negara maritim kita harusnya melirik masyarakat pesisir untuk
diberdayakan dan berusaha mengangkat mereka dari garis kemiskinan karena pengelolaan
sumber daya laut kita merupakan sebuah peluang besar bilamana kekayaan tersebut
dikelola oleh sumber daya manusia yang baik. Masyarakat nelayan tidak dapat
dikatakan sebagai kumpulan individu yang memiliki etos kerja yang rendah karena
aktivitas keseharian mereka adalah bekerja keras dan tidak pula dapat dikatakan
bahwa kelas sosial di atasnyalah yang menyebabkan mereka tetap berada pada
garis kemiskinan karena berbagai lembaga baik formal nonformal juga swasta
maupun pemerintah yang terkait dengan bidang ini tentu saja memberikan dukungan
dalam rangka memberdayakan masyarakat pesisir sekaligus dapat menghindarakan
masyarakat pesisir dari ketidakaadilan.
Lalu apa masalahnya sehingga tetap saja masyarakat miskin di
wilayah pesisir sulit untuk berkembang bahkan terus bertambah. Di Dusun Ujung
Baru, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar yang merupakan salah satu
titik masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar dapat dilihat sebuah
fenomena kemiskinan masyarakat yang seolah terabaikan dan pada masyarakat
pesisir ini pun seolah kemiskinan bukan lagi menjadi sebuah persoalan karena
menjadi lumrahnya masalah ini di sekitar mereka. Penduduknya yang berjumlah
kurang lebih 300 jiwa ini sekitar 70% di antarannya hidup di bawah garis
kemiskinan. Mereka bekerja sebagai nelayan tradisional yang dalam kesehariannya
melakukan aktifitas pengkapan ikan secara sederhana. Untuk Provinsi Sulawesi
Barat khusus Kab. Polewali Mandar index manusia yang mengalami kemiskinan
adalah 23,50% pada tahun 1999 dan meningkat menjadi 27,10% pada tahun 2002
(www.datastatistik-indonesia.com) Masyarakat pesisir di Dusun Ujung Baru
umumnya merupakan kelompok yang sangat sulit untuk diorganisasikan. Nelayan
juga umumnya merupakan kelompok masyarakat yang tidak memiliki alur-kas
sehingga konsep perencanaan ekonominya sangat tidak pasti.
Oleh karena itu, kelompok nelayan lebih banyak bergerak
dalam kesatuan-kesatuan informal tanpa memiliki perencanaan ekonomi yang jangka
panjang dan juga wilayah tersebut belum banyak tersentuh oleh program
kemiskinan yang terkhusus menyentuh masyarakat pesisir miskin. Pemanfaatan
sumber daya laut merupakan salah satu penyebab sulitnya masyarakat keluar dari
garis kemiskinan dan meningkatkan taraf hidupnya. Seperti misalnya diantara
biota laut yang di dapatkan langsung dijual tanpa melalui pengolah bisa jadi
ini disebabkan karena kurangnya keterampilan masyaarakat sekitar untuk
memanfaatkan hasil tangkapan untuk diolah menjadi sebuah produk rumah tangga
yang mempunyai nilai ekonomis sehingga dapat pula menopang ekonomi keluarga
sementara disisi lain ada beberapa anggota masyarakat yang terkadang sulit
menerima suatu tawaran perubahan karena menyangut kehidupan nelayan dan
keluarganya. Di Dusun Ujung Baru hal seperti ini terkadang terjadi, sempitnya
pola pikir membuat masyarakat kurang berani untuk mengambil resiko untuk
merubah pola hidupnya. Selain dari pada itu masyarkat pesisir mandar memiliki
perbedaan yang mendasar dengan masyarkat pesisir dari suku makassar, nelayan
suku bugis maupun nelayan suku bajo dalam hal orientasi kelautan yaitu suku
bajo menjadikan kapal atau perahunya sekaligus rumah sedangkan orang makassar
pernah terkenal dengan armada kapal perang yang membuat mereka memiliki
pengaruh kuat di Nusantara. Orang Bugis adalah pedagang antar pulau yang
disegani. Sedemikian kuat pengaruh dagang mereka sampai-sampai di beberapa
tempat ada daerah bernama kampong Bugis misalnya di Singapura,
Alimuddin,(2005:2). Sedangkan orang Mandar lebih berorientasi pamanfaatan
sumberdaya laut untuk kebutuhan sehari-hari. Dipertegas oleh Christian
Pelras(1996) penulis buku The Bugis yang di kutip oleh Alimuddin (2005:2)
mengatakan orang bugis sebenarnya bukanlah pelaut ulung “orang bugis sebenarnya
adalah pedagang, laut dan kapal hanyalah media dan sarana yang digunakan untuk
memperlancar aktivitas perdagangan mereka. Kalau menyebut pelaut ulung yang
paling tepat adalah orang mandar” Miskin di antara sumberdaya alam laut yang
melimpah ruah dan mentalitas yang terbangun dengan budaya kelautan serta dengan
totalitas menggantungkan kehidupannya pada laut tentu saja memiliki alasan.
Kemiskinan yang di derita oleh suatu masyarakat merupakan sebuah masalah tetapi
dengan kriteria seperti ketersediaan sumberdaya alam, mentalitas masyarakat
serta totalitas yang cukup besar tentu saja menghasilkan masalah kemiskinan
yang berbeda. Untuk membahas masalah kemiskinan perlu di identifikasi apa
sebenarnya yang di maksud dengan miskin atau kemiskinan dan bagaimana
mengukurnya. Konsep yang berbeda akan melahirkan cara pengukuran yang berbeda
pula, setelah itu di cari faktor-faktor dominan baik sifatnya kultural maupun
struktural yang menyebabkan kemiskinan terjadi dan yang terakhir adalah mencari
solusi yang relevan dari permasalahan itu. Yang menjadi sulit dalam
mengentaskan kemiskinan bukan saja sifatnya yang multi dimensional, kompleks, dinamik,
sarat dengan sistem institusi, dan perisitiwa yang berbeda di setiap lokasi.
Diharapkan pada penelitian ini ditemukan suatu perbedaan lain dalam melihat
masalah kemiskinan dengan penelitian lainnya pembedaan yang dimaksud adalah
pada penelitian akan dipisahkan antara kemiskinan kultural dan struktural
secara mendetail sehingga pengumpulan data dilakukan dengan objektif hingga
pada akhirnya dapat ditemukan sebuh simpulan yang berangkat dari landasan
berfikir yang berimbang dengan kata lain tidak hanya menggunakan perspektif
modernis ataupun strukturalis tetapi menggunakan keduanya secara berimbang.
Seperti apa yang dikemukakan Soerjono Soekanto tentang peran sosiologi dalam
melihat kemiskinan yaitu sosiologi menyeidiki persoalan-persoalan umum pada masyarakat
dengan maksud menemukan dan menafsirkan kenyataan-kenyataan kehidupan
bermasyarakat sedangkan usaha-usaha perbaikannya merupakan bahagian dari
pekerjaan sosial.
Sumber:
Kemiskinan
Masalah sosial yang umum terjadi di
masyarakat saat ini adalah kemiskinan. Penyebab utama masalah ini antara lain
adalah akibat kurangnya pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki oleh warga.
Sehingga mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Saat ini hampir sekitar 25 %
warga desa tersebut masih berada di garis kemiskinan. Dan juga penyebab
utamanya seperti yang telah disebutkan di atas. Warga desa tersebut kebanyakan
hanya lulusan SD atau SMP dan tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan yang
layak untuk bekerja. Untuk menghidupi keluarga, mereka bekerja serabutan alias
seadanya. Seperti mencari kayu untuk dijual, sebagian diantaranya bekerja
sebagai kuli bangunan yang hasilnya tidak seberapa dan kadang kurang untuk
mencukupi kebutuhan keluarga.
Bantuan
yang diberikan oleh pemerintah pun masih kurang untuk menutupi kebutuhan hidup
mereka seperti makanan, pakaian, pendidikan bagi anak-anaknya, dan lain-lain.
Dikarenakan hal kemiskinan tersebut, anak-anak mereka mayoritas hanya sampai SD
ataupun SMP saja. Karena tidak ada dana untuk menyekolahkan anaknya ke tingkat
yang lebih tinggi lagi. Permasalahan permasalahan yang timbul akibat kemiskinan
ini pun beragam. Seperti tindak kriminalitas warga yang ingin memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan cara yang salah, misal dengan mencuri, memalak,
bahkan pesugihan.
Pemerintah
pun sudah berusaha mengentaskan kemiskinan yang tidak hanya terjadi di desa
tersebut, namun juga terjadi di berbagai daerah lain. Namun masalah ini tak
kunjung usai, masih saja melanda sebagian masyarakat. Entah karena faktor
masyarakat atau individunya ataupun pemerintahnya. Namun sejauh penulis
ketahui, kedua faktor tersebut saling mempengaruhi. Masyarakat yang etos
kerjanya dan kemauannya untuk lebih maju rendah bahkan tidak ada. Kebanyakan
masyarakat mempunyai sifat pemalas dan hanyamau terimajadi saja tanpa mau
berusaha.Untuk mengatasi masalah ini, seharusnya pemerintah dan masyarakat
saling bekerja sama. Pemerintah jangan hanya memberi bantuan berupa uang tunai
atau bahan makanan saja. Namun juga memberi pengarahan dan pembekalan atau
ketrampilan tertentu untuk masyarakat miskin, agar dapat memiliki kemampuan dan
ketrampilan untuk bekerja tanpa dipungut biaya. Sehingga mampu bekerja dan
menghidupi keluarga tanpa menggantungkan hidupnya pada pemerintah.
Untuk masyarakat sendiri diharapkan mampu
melaksanakan program tersebut dengan sungguh-sungguh dan meningkatkan etos
kerja. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan kemiskinan yang sudah
lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi.
Sumber:
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah
sosial laten yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di
negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai
kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan
pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan mungkin
“misteri” mengenai kemiskinan ini. Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah
kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji
secara terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak
lama, melainkan pula karena masalah ini masih hadir di tengah-tengah kita dan
bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional
yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Meskipun pembahasan kemiskinan
pernah mengalami tahap kejenuhan sejak pertengahan 1980-an, upaya pengentasan
kemiskinan kini semakin mendesak kembali untuk dikaji ulang. Beberapa alasan
yang mendasari pendapat ini antara lain adalah:
Pertama, konsep kemiskinan
masih didominasi oleh perspektif tunggal, yakni “kemiskinan pendapatan” atau
“income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para
pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret
kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang
ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Kedua, jumlah orang miskin di
Indonesia senantiasa menunjukkan angka yang tinggi, baik secara absolut maupun
relatif, di pedesaan maupun perkotaan Meskipun Indonesia pernah dicatat sebagai
salah satu negara berkembang yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan,
ternyata masalah kemiskinan kembali menjadi isu sentral di Tanah Air karena
bukan saja jumlahnya yang kembali meningkat, melainkan dimensinya pun semakin
kompleks seiring dengan menurunnya kualitas hidup masyarakaat akibat terpaan
krisis ekonomi sejak tahun 1997.
Ketiga, kemiskinan mempunyai dampak
negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) terhadap tatanan
kemasyarakatan secara menyeluruh. Berbagai peristiwa konflik di Tanah Air yang
terjadi sepanjang krisis ekonomi, misalnya, menunjukkan bahwa ternyata
persoalan kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang
ditampilkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, melainkan pula mempengaruhi
ketahanan sosial masyarakat dan ketahanan nasional.
Sadar bahwa isu kemiskinan
merupakan masalah laten yang senantiasa aktual, pengkajian konsep kemiskinan
merupakan upaya positif guna menghasilkan pendekatan dan strategi yang tepat
dalam menanggulangi masalah krusial yang dihadapi Bangsa Indonesia dewasa ini.
Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan konsep
yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya,
menunjukkan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan
sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai
kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini
menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan
(wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.
Berdasarkan konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan
menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku
yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering
disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Garis kemiskinan yang
digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan
pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS per
orang per hari adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut.
Secara politik, kemiskinan
dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam
pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan
sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan
mendasar yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu (a) bagaimana
orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, (b) bagaimana
orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya
yang tersedia, dan (c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
Kemiskinan secara
sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang
mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas.
Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan
oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang
dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor
penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor
internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya
pendidikan atau adanya hambat
Sumber:
Aug
11, 2010
2009
Penduduk Miskin Indonesia adalah 32,53 Juta Jiwa
[http://www.antaranews.com/berita/1246449169/bps-penduduk-miskin-indonesiasebanyak-32-53- juta-jiwa]RAPAT SPASI
BPS: Penduduk Miskin Indonesia Sebanyak 32,53 Juta Jiwa
Rabu, 1 Juli 2009 18:52 WIB | Ekonomi & Bisnis | Makro |
Jakarta (ANTARA News)- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, hasil survei pada Maret 2009, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
"Hasil ini menunjukan penduduk miskin berkurang 2,43 juta jiwa dibandingkan dengan (hasil survei) Maret 2008 yang mencapai 34,96 juta jiwa atau 15,42 persen (dari total populasi)," kata Deputi Statistik Sosial BPS, Arizal Manaf, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, penduduk miskin didominasi penduduk pedesaan yaitu 20,62 juta jiwa atau 17,35 persen dari total penduduk di desa.
Sedangkan penduduk miskin di perkotaan sebesar 11,91 juta jiwa atau 10,72 persen dari total penduduk kota.
Jumlah orang miskin di perkotaan, bila dibandingkan survei Maret 2008, mengalami penurunan sebesar 850 ribu jiwa. Sedangkan di pedesaan bila dibandingkan Maret 2008, penduduk miskin berkurang 1,5 juta jiwa.
Ia mengatakan, penurunan jumlah kemiskinan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, naiknya upah riil buruh tani dan bangunan. Upah buruh riil petani di pedesaan rata-rata naik sebesar 13,22 persen. Sedangkan upah buruh bangunan di perkotaan rata-rata naik 10,61 persen.
Kedua, nilai tukar petani pangan selama periode April 2008-Maret 2009 mengalami kenaikan sebesar 0,88 persen. Sedangkan untuk nilai tukar petani di sektor perikanan (nelayan) naik 5,27 persen.
"Sehingga ada tambahan pendapatan," katanya.
Ketiga, menurut dia, penurunan itu juga didukung oleh kebijakan pemerintah seperti bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional sekolah (BOS) dan juga Kebijakan Beras untuk masyarkat miskin (raskin).
"Ini ada dampaknya, kan dengan kebijakan itu maka pendapatan bertambah (BLT), disisi lain pengeluaran juga berkurang (BOS dan raskin)," katanya.
Ketika ditanyakan, apakah kebijakan tersebut bila dilakukan pada bulan Maret saja sesuai dengan survei yang dilakukan yaitu pada bulan Maret akan mempengaruhi, Arizal menjawab, survei dilakukan pada bulan Maret, dan hal itu mengukur kemiskinan di bulan Maret 2009, namun hal itu juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi sebelumnya.
"Jadikan kebijakannnya tidak hanya di bulan Maret," katanya.
[http://www.antaranews.com/berita/1246449169/bps-penduduk-miskin-indonesiasebanyak-32-53- juta-jiwa]RAPAT SPASI
BPS: Penduduk Miskin Indonesia Sebanyak 32,53 Juta Jiwa
Rabu, 1 Juli 2009 18:52 WIB | Ekonomi & Bisnis | Makro |
Jakarta (ANTARA News)- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, hasil survei pada Maret 2009, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
"Hasil ini menunjukan penduduk miskin berkurang 2,43 juta jiwa dibandingkan dengan (hasil survei) Maret 2008 yang mencapai 34,96 juta jiwa atau 15,42 persen (dari total populasi)," kata Deputi Statistik Sosial BPS, Arizal Manaf, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, penduduk miskin didominasi penduduk pedesaan yaitu 20,62 juta jiwa atau 17,35 persen dari total penduduk di desa.
Sedangkan penduduk miskin di perkotaan sebesar 11,91 juta jiwa atau 10,72 persen dari total penduduk kota.
Jumlah orang miskin di perkotaan, bila dibandingkan survei Maret 2008, mengalami penurunan sebesar 850 ribu jiwa. Sedangkan di pedesaan bila dibandingkan Maret 2008, penduduk miskin berkurang 1,5 juta jiwa.
Ia mengatakan, penurunan jumlah kemiskinan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, naiknya upah riil buruh tani dan bangunan. Upah buruh riil petani di pedesaan rata-rata naik sebesar 13,22 persen. Sedangkan upah buruh bangunan di perkotaan rata-rata naik 10,61 persen.
Kedua, nilai tukar petani pangan selama periode April 2008-Maret 2009 mengalami kenaikan sebesar 0,88 persen. Sedangkan untuk nilai tukar petani di sektor perikanan (nelayan) naik 5,27 persen.
"Sehingga ada tambahan pendapatan," katanya.
Ketiga, menurut dia, penurunan itu juga didukung oleh kebijakan pemerintah seperti bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional sekolah (BOS) dan juga Kebijakan Beras untuk masyarkat miskin (raskin).
"Ini ada dampaknya, kan dengan kebijakan itu maka pendapatan bertambah (BLT), disisi lain pengeluaran juga berkurang (BOS dan raskin)," katanya.
Ketika ditanyakan, apakah kebijakan tersebut bila dilakukan pada bulan Maret saja sesuai dengan survei yang dilakukan yaitu pada bulan Maret akan mempengaruhi, Arizal menjawab, survei dilakukan pada bulan Maret, dan hal itu mengukur kemiskinan di bulan Maret 2009, namun hal itu juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi sebelumnya.
"Jadikan kebijakannnya tidak hanya di bulan Maret," katanya.
Sumber:
Akibat Kemiskinan, Penyakit Terus Mendera Anak Indonesia
17/03/2010 04:01
Liputan6.com, Mandailing: Disaat warga
ibu kota sibuk memburu barang impor bermerek, masih banyak warga di pelosok
Indonesia, yang bergelut dengan kemiskinan. Jangankan berfikir memiliki baju
atau sepatu baru, untuk makan dan berobat saja, mereka harus berjuang, antara
hidup dan mati.
Seperti nasib yang dialami Danang, bocah warga Kepulauan Riau tersebut, menderita kelainan hati sejak kecil. Akibatnya, mata Danang terus menguning, perut buncit dan kulitnya rusak. Penyakit ini, membuat Danang harus menjalani masa kecilnya dengan penderitaan. Surjono, ayah Danang, tentu sangat ingin membawa anaknya berobat, agar bisa kembali sembuh, namun, karena tidak memiliki biaya, keinginan tersebut sekadar menjadi mimpi.
Nasib yang sama juga dialami Yusuf, bocah berusia sembilan tahun, warga Madailing Natal, Sumatra Utara. Keadaan Yusuf jauh lebih mengenaskan, karena tak memiliki uang untuk mengobati penyakitnya, menyebabkan Yusuf mengalami buta, bisu dan tak bisa berjalan. Abdurrahman, ayah Yusuf, hanya bisa meratapi nasib anaknya tersebut.
Begitu juga di Jawa, tepatnya di Grobokan, Jawa Tengah, sebut saja namanya Andika, bayi mungil ini, sangat menderita jika akan buang air, karena tidak memiliki anus. Jika orang tuanya memiliki biaya, tentu sang anak, tidak akan mengalami penderitaan ini. Yang kaya membuang-buang hartanya, sedangkan si miskin, terlunta lunta dan menderita, inilah sebuah fenomena di Indonesia. Jika saja banyak yang ingin berbagi, tentu si miskin makin bisa tersenyum.(ARL)
Seperti nasib yang dialami Danang, bocah warga Kepulauan Riau tersebut, menderita kelainan hati sejak kecil. Akibatnya, mata Danang terus menguning, perut buncit dan kulitnya rusak. Penyakit ini, membuat Danang harus menjalani masa kecilnya dengan penderitaan. Surjono, ayah Danang, tentu sangat ingin membawa anaknya berobat, agar bisa kembali sembuh, namun, karena tidak memiliki biaya, keinginan tersebut sekadar menjadi mimpi.
Nasib yang sama juga dialami Yusuf, bocah berusia sembilan tahun, warga Madailing Natal, Sumatra Utara. Keadaan Yusuf jauh lebih mengenaskan, karena tak memiliki uang untuk mengobati penyakitnya, menyebabkan Yusuf mengalami buta, bisu dan tak bisa berjalan. Abdurrahman, ayah Yusuf, hanya bisa meratapi nasib anaknya tersebut.
Begitu juga di Jawa, tepatnya di Grobokan, Jawa Tengah, sebut saja namanya Andika, bayi mungil ini, sangat menderita jika akan buang air, karena tidak memiliki anus. Jika orang tuanya memiliki biaya, tentu sang anak, tidak akan mengalami penderitaan ini. Yang kaya membuang-buang hartanya, sedangkan si miskin, terlunta lunta dan menderita, inilah sebuah fenomena di Indonesia. Jika saja banyak yang ingin berbagi, tentu si miskin makin bisa tersenyum.(ARL)
Sumber: http://berita.liputan6.com/read/268131/Akibat.Kemiskinan.Penyakit.Terus.Mendera.Anak.Indonesia
JAKARTA,
PedomanNEWS.com – Pengentasan kemiskinan di Indonesia sangat lambat
sekali dan masih jauh dari target yang dicapai jika melihat program MDGs 2015.
Hal ini disampaikan oleh
Ketua DPR RI, Marzuki Alie dalam acara 'The Millineum Development Goals (MDGs)
and Poverty Eradication' yang berlangsung di Operation Room Gedung Nusantara
DPR RI, Jumat (21/11/2011).
“Pengentasan kemiskinan di
Indonesia sangat lambat sekali dan masih jauh dari harapan,” Ujarnya. Marzuki
juga menambahkan bahwa kita harus bersama-sama untuk mengingatkan dalam
membangun bangsa ini sehingga kemiskinan bisa kita entaskan.
Sementara itu Direktur Badan
PBB bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya-UNESCO, Irina Bokova
mengatakan bahwa pemerintah harus bekerja keras untuk menekan angka kemiskinan
melalui cara pendidikan dan perluas lowongan kerja serta akses kesehatan bagi masyarakat.
“Pemerintah harus bekerja
keras untuk menekan angka kemiskinan melalui cara pendidikan, memperluas
lowongan pekerjaan serta akses kesehatan bagi masyarakat,” Ujar Bokova.