Read Me

Kamis, 20 Juni 2013

Contoh makalah tentang kemiskinan, dasar-dasar ilmu sosial


MAKALAH DASAR-DASAR ILMU SOSIAL
KEMISKINAN SEBAGAI MASALAH SOSIAL
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Sosial





Disusun oleh:
Dyah Atmi Fittrias Tuti          (7211411175)



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Tahun 2011/2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                   ..................................              i
DAFTAR ISI                                                               ...............................                 ii
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang                                                     ..................................              1
B.       Rumusan Masalah                                                ..................................              1
BAB II PEMBAHASAN
A.       Pengertian atau Definisi Kemiskinan                   ...................................             2
B.       Penyebab Terjadinya Kemiskinan                        ...................................             2
C.       Kemiskinan sebagai Masalah Sosial                     ...................................             4
D.       Dampak yang Ditimbulkan Akibat Kemiskinan  ...................................             4
E.        Cara Mengatasi Masalah Kemiskinan                  ...................................             4
BAB III PENUTUP
A.    Saran                                                                       ...................................             6
B.     Kesimpulan                                                             ...................................             6
DAFTAR PUSTAKA                                                    ...................................             iv
LAMPIRAN













BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam setiap usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya senantiasa tidak terlepas dari benturan-benturan antara lain nilai dan norma sosial dengan keterbatasan kemampuan dan sumber-sumber kebutuhan yang diperebutkan. Jika nilai-nilai atau unsur-unsur kebudayaan pada suatu waktu mengalami perubahan, dimana anggota-anggota masyarakat terasa terganggu atau tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya melalui kebudayaan tadi, maka timbul gejala-gejala sosial yang meresahkan masyarakat yang disebut dengan masalah sosial. Masalah sosial dapat berupa kebutuhan-kebutuhan sosial maupun biologis. Masalah sosial dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan pergaulan dalam masyarakat, sedangkan kebutuhan biologis disebabkan kebutuhan-kebuuhan biologis tersebut sulit atau tidak bisa lagi dipenuhi, seperti kebutuhan makan, minum, dan sebagainya.
Menurut pendapat Harold A. Phelps dalam Abdulsyani(1994:183), ada 4 sumber timbulnya masalah sosial, yaitu:
1.        Yang berasal dari faktor-faktor ekonomis,antara lain termasuk kemiskinan dan pengangguran.
2.        Yang berasal dari faktor-faktor biologis, antara lain meliputi penyakit jasmani dan cacat.
3.        Yang berasal dari faktor-faktor psikologis, seperti sakit saraf, jiwa, lemah ingatan, sukar menyesuaikan diri, dan bunuh diri.
4.        Yang berasal dari faktor-faktor kebudayaan, seperti masalah-masalah umur tua, tidak punya tempat kediaman, janda perceraian, kejahatan dan kenakalan anak muda, serta perselisihan-perselisihan agama, suku dan ras.

Soekanto (1995) menegaskan bahwa masalah sosial akan terjadi, apabila kenyataan yang dihadapi oleh warga masyarakat berbeda dengan harapannya. Secara lebih lanjut dikatakan bahwa masalah sosial menyangkut persoalan yang terjadi pada proses interaksi sosial.

Di dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai kemiskinan sebagai salah satu masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Karena sebagaimana kita ketahui, di Indonesia sendiri masalah kemiskinan merupakan masalah yang sampai saat ini menjadi masalah yang berat bagi Indonesia. Terlebih dalam posisi Indonesia sebagai negara berkemabang dengan jumlah penduduk yang sangat majemuk.

B.  Rumusan Masalah

1.    Apakah definisi tentang kemiskinan yang merupakan salah satu dari masalah sosial?
2.    Apa yang menyebabkan terjadinya kemiskinan?
3.    Mangapa kemiskinan termasuk dalam kategori masalah sosial?
4.    Apakah dampak yang ditimbulkan akibat kemiskinan?
5.    Bagaimanakah cara untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian atau Definisi Kemiskinan

Soekanto (1995:406) berpendapat bahwa kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.

B.  Penyebab Terjadinya kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan mungkin “misteri” mengenai kemiskinan ini.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama, melainkan pula karena masalah ini masih hadir di tengah-tengah kita dan bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Meskipun pembahasan kemiskinan pernah mengalami tahap kejenuhan sejak pertengahan 1980-an, upaya pengentasan kemiskinan kini semakin mendesak kembali untuk dikaji ulang. Beberapa alasan yang mendasari pendapat ini antara lain adalah:
Pertama, konsep kemiskinan masih didominasi oleh perspektif tunggal, yakni “kemiskinan pendapatan” atau “income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, jumlah orang miskin di Indonesia senantiasa menunjukkan angka yang tinggi, baik secara absolut maupun relatif, di pedesaan maupun perkotaan. Meskipun Indonesia pernah dicatat sebagai salah satu negara berkembang yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan, ternyata masalah kemiskinan kembali menjadi isu sentral di Tanah Air karena bukan saja jumlahnya yang kembali meningkat, melainkan dimensinya pun semakin kompleks seiring dengan menurunnya kualitas hidup masyarakaat akibat terpaan krisis ekonomi sejak tahun 1997.
Ketiga, kemiskinan mempunyai dampak negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) terhadap tatanan kemasyarakatan secara menyeluruh. Berbagai peristiwa konflik di Tanah Air yang terjadi sepanjang krisis ekonomi misalnya, menunjukkan bahwa ternyata persoalan kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang ditampilkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, melainkan pula mempengaruhi ketahanan sosial masyarakat dan ketahanan nasional.
Secara umum ada beberpa faktor yang menyebabkan terjadinya msalah kemiskinan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.        Rendahnya tingkat pendidikan          
Rendahnya tingkat pendidikan seseorang dapat memicu terjadinya kemiskinan. Hal ini karena individu tersebut tidak memiliki pengetahuan atau pendidikan, keterampilan yang memadai yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan dan dapat menaikkan taraf hidup individu tersebut serta mampu memenuhi kebutuhannya.
2.        Kurangnya kreativitas individu          
Jika seseorang dapat menggunakan kretivitasnya, tidak dipungkiri mereka dapat memiliki penghasilan yang dapat menaikkan taraf hidup mereka. Mereka dapat menggunakan sarana prasarana dan segala aspek yang ada untuk mencari dan mendapatkan sumber penghasilan.
3.        Tingkat kelahiran yang tinggi 
Tingkat kelahiran yang tinggi ini juga dapat memicu terjadinya kemiskinan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya pengeluaran biaya yang lebih besar, sehingga dapat dimungkinkan harta kekayaannya lama kelamaan akan terkuras. Namun hal ini berbeda untuk kelompok sosial yang memiliki penghasilan yang cukup bahkan lebih atau tetap. Mereka menganggap masih mampu menghidupi anggota keluarganya. Maka mereka tidak dianggap sebagai kelompok sosial miskin. Hal ini tampak sebagian besar di kota-kota besar.
4.        Pengaruh lingkungan hidup atau tempat tinggalnya  
Lingkungan hidup dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Seseorang yang berada di lingkungan miskin pasti akan ikut terbawa arus kemiskinan. Apalagi individu-individu dalam kelompok tersebut adalah individu-individu yang tidak mampu mengurusi dirinya sendiri dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya serta berada dalam gelombang kebodohan atau kelompok yang anggota kelompoknya senantiasa malas untuk bekerja.
5.        Keturunan
Tingkat ekonomi dari kelompok sosialnya dapat mempengaruhi dengan jelas. Individu yang berasal dari golongan miskin, tidak menutup kemungkinan akan memyebabkan ia ikut miskin. Karena orang tuanya tidak mampu mencukupi segala kebutuhannya, sehingga mereka menganggap kehidupannya adalah takdir yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Sehingga kurang adanya kemauan dan usaha untuk mengubah keadaannya.
Hal-hal lain yang tampak nyata menyebabkan kemiskinan banyak terjadi di kota-kota besar yaitu antara lain arus urbanisasi. Banyak para urban dari desa datang ke kota, kebanyakan dari mereka bertujuan mencari pekerjaan. Namun banyak juga dari mereka gagal mendapatkan pekerjaan, karena mereka tidak memiliki keahlian atau keterampilan tertentu untuk bekerja di kota.Dan juga mereka tidak mempunyai sanak famili yang tinggal di kota. Sehingga hidupnya terkatung-katung tidak menentu, dan merekapun hidup di tempat yang tidak layak dihuni. Dan menyebabkan tingkat kemiskinan di kota meningkat, karena mereka tidak memiliki penghasilan dan tidak dapat memenuhi segala kebutuhannya.       
Sadar bahwa isu kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa aktual, pengkajian konsep kemiskinan merupakan upaya positif guna menghasilkan pendekatan dan strategi yang tepat dalam menanggulangi masalah krusial yang dihadapi Bangsa Indonesia dewasa ini.

C.  Kemiskinan sebagai Masalah Sosial

Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak mrupakan maslah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang dengan sangat pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan ditetapkan tarf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadarakan kedudukan ekonominya, sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial, apabila perbedaan kedudukan ekonomi para warga masyarakat ditentukan secara tegas.

Pada masyarakat modern yang kompleks, kemiskinan menjadi masalah sosial karena sikap membenci kemiskinan tersebut. Seseorang bukan merasa miskin karena kurang makan, pakaian, dan perumahan. Namun karena harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf hidupnya yang ada. Hal ini terlihat di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi, atau mobil. Sehingga lama kelamaan benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial ekonomi seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya. Dengan demikian, persoalannya mungkin menjadi lain, yaitu tidak adanya pembagian kekayaan yang merata.

D.  Dampak yang Ditimbulkan Akibat Kemiskinan

Masalah kemiskinan yang terjadi akan menimbulkan dampak atau akibat yang dapat terjadi yaitu meningkatnya tingkat kriminalitas. Kriminalitas disini yang sering terjadi antara lain adalah pencurian, pencopetan, perampokan, dan lain-lain. Alasan mereka melakukan hal itu adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena mereka tidak mempunyai penghasilan untuk mencukupi kebutuhannya. Seseorang cenderung melakukan apa saja jika terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik itu dengan cara halal maupun tidak. Sehingga tingkat kriminalitas di kota-kota besar meningkat.

Selain meningkatkan kriminalitas, kemiskinan juga dapat menyebabkan tingkat kesehatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) semakin rendah. Hal ini terjadi karena masyarakat miskin cenderung kesulitan pula dalam memenuhi kebutuhan makan mereka. Sehingga kandungan gizi yang ada pada makanan yang biasa dikonsumsiny setiap hari kurang, atau bahkan sudah tidak layak konsumsi. Akibatnya, kesehatan mereka terganggu dan tingkat kesehatannya semakin menurun.

Sementara tingkat SDM atau pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat miskin yang semakin menurun, dapat disebabkan karena mereka sulit untuk bersekolah atau menyekolah anak mereka (sebagai orang tua), sehingga pendidikan mereka pun tidak jauh berbeda dengan orang tua mereka. Padahal pemerintah juga telah banyak menetapkan peraturan dan program-program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan agar masyarakat miskin masih tetap bisa bersekolah atau menerima pendidikan hingga di Perguruan Tinggi sekalipun. Namun mungkin semua itu tetap terjadi karena beberapa di antara bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin tidak tepat sasaran.

E.   Cara Mengatasi Masalah Kemiskinan

Untuk mengatasi masalah kemiskinan, sebenarnya pemerintah telah berusaha mengentaskan kemiskinan yang senantiasa terjadi, khususnya di Indonesia yang termasuk negara berkembang. Namun masalah ini tak kunjung usai, masih saja melanda sebagian besar masyarakat. Entah karena faktor masyarakat atau individunya ataupun pemerintahnya. Namun sejauh penulis ketahui, kedua faktor tersebut saling mempengaruhi. Masyarakat yang etos kerja dan kemauan untuk lebih majunya rendah bahkan tidak ada, kebanyakan mempunyai sifat pemalas dan hanya mau terima jadi tanpa mau berusaha. Untuk mengatasi masalah ini, seharusnya pemerintah dan masyarakat saling bekerja sama. Pemerintah jangan hanya memberi bantuan berupa uang tunai atau bahan makanan saja. Namun juga memberi pengarahan dan pembekalan atau ketrampilan tertentu untuk masyarakat miskin, agar dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk bekerja tanpa dipungut biaya. Sehingga mampu bekerja dan menghidupi keluarga tanpa menggantungkan hidupnya pada pemerintah. Untuk masyarakat sendiri diharapkan mampu melaksanakan program tersebut dengan sungguh-sungguh dan meningkatkan etos kerja. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan kemiskinan yang sudah lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi. Dan masalah kemiskinan akan dapat berkurang bahkan hilang sama sekali.    

Penyebab lain dari kemiskinan dapat pula terjadi khususnya di kota-kota besar adalah karena jumlah penduduk yang sangat padat, sedangkan jumlah lowongan pekerjaan yang sangat terbatas. Sehingga pemerintah dapat mengatasi kepadatan penduduk tersebut dengan menggalakkan program urbanisasi. Sehingga jumlah penduduk di setiap daerah dapat merata. Selain itu juga di daerah-daerah tujuan urbanisasi harus disediakan fasilitas seperti adanya lowongan pekerjan yang memadahi, sehingga nasib para masyarakat urban tidak sama seperti sebelumnya.





























BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan

Soekanto (1995:406) berpendapat bahwa kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Kemiskinan dapat terjadi karena berbagai hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Rendahnya tingkat pendidikan
2.      Kurangnya kreativitas individu
3.      Tingkat kelahiran yang tinggi
4.      Pengaruh lingkungan hidup atau tempat tinggal
5.      Keturunan

Kemiskinan dapat mengakibatkan berbagai masalah lain, dengan kata lain kemiskinan menimbulkan dampak yang diatranya adalah tingginya tingkat kriminalitas, tingkat SDM atau pendidikan masyarakat miskin yang rendah, dan semakin menurunnya tingkat kesehatan masyarakat miskin.

Masalah kemiskinan adalah masalah kita bersama. Sebagai masalah sosial, kemiskinan harus segera diatasi. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi masalah kemiskinan. Tidak hanya tanggung jawab pemerintah, masalah kemiskinana juga tanggung jawab kita bersama. Untuk mengatasi masalah ini, seharusnya pemerintah dan masyarakat saling bekerja sama. Pemerintah jangan hanya memberi bantuan berupa uang tunai atau bahan makanan saja. Namun juga memberi pengarahan dan pembekalan atau ketrampilan tertentu untuk masyarakat miskin, agar dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk bekerja tanpa dipungut biaya. Sehingga mampu bekerja dan menghidupi keluarga tanpa menggantungkan hidupnya pada pemerintah. Untuk masyarakat sendiri diharapkan mampu melaksanakan program tersebut dengan sungguh-sungguh dan meningkatkan etos kerja. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan kemiskinan yang sudah lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi. Dan masalah kemiskinan akan dapat berkurang bahkan hilang sama sekali.         

B.  Saran

Dengan adanya kemiskinan, khususnya yang banyak dialami oleh negara berkembang, termasuk Indonesia banyak aspek yang harus diperbaiki. Di dalam pembahasan makalah ini, penulis telah memberi contoh cara untuk mengatasi kemiskinan sebagai masalah sosial. Peran pemerintah sangatlah penting dalam tujuan untuk mengatasi kemiskinan, namun upaya pemerintah tidaklah berarti apabila tidak diimbangi oleh etos kerja masyarakat itu sendiri. Maka kerjasma antara pemerintah dan masyarakat ataupun individu haruslah terjalin dengan baik. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan kemiskinan yang sudah lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi. Dan masalah kemiskinan akan dapat berkurang bahkan hilang sama sekali.

Selain itu, karena kemiskinan dapat menimbulkan masalah lain seperti rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, maka perintah juga harus segera mengatasi masalah tersebut. Agar masyarakat miskin tidak merasa terus-terusan sengasara. Dan diharapkan dengan adanya peningkatan kesehatan dan pendidikan, masyarakat miskin mampu meningkatkan taraf hidupnya sendiri dan mampu bangkit dari kemiskinan.















































DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Gilbert, Alan dan Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
Hardati, Puji. 2007. Pengantar Ilmu Sosial. Semarang: FIS Universitas Negeri Semarang


         


















LAMPIRAN

Kemiskinan sebagai masalah sosial
Februari 25, 2010 Kandaeng Aiman
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius, tumbuh disetiap dimensi dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Pemerintah sendiri telah mencanangkan berbagai program pengentasan kemiskinan. Pergantian kepemimpinan tak juga mampu menekan jumlah masyarakat miskin. bukannya masyarakat miskin yang terus berkurang malah isu-isu ketimpangan sosial yang justru muncul kepermukaan tak memandang itu di perkotaan maupun di pedesaan.
Dewasa ini penggalakan program pemerintah dalam mengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terus dilaksanakan dengan demikian pemberian bantuan kesetiap kecamatan berupa kucuran dana guna mendukung perencanaan masyarakat dalam pengembangan daerahnya dan juga program pemerintah berupa pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan di perkotaan. Hal ini belum mampu mengangkat masyarakat marginal dan terpinggirkan dari garis kemiskinan. Dapat pula kemiskinan di sekitar kita telah menjadi bagian dari mentalitas masyarakat sehingga setiap individu akhirnya merasa nyaman dengan hidupnya meskipun bila dilihat secara kasat mata justru kehidupan mereka di pandang tidak layak, dapat pula kemiskinan itu terbentuk dengan eksploitasi kelas sosial di atasnya.
Perdebatan sepanjang masa ini sangan kontroversial dan penuh polemik yang berkepanjangan. Perdebatan antara penganut teori-teori modernisasi dan kubu strukturalis pada masalah kemiskinan ini sangat berkepanjangan. Secara sosiologis kemiskinan tidak saja berasal dari kelemahan diri sebagai mana di pahami oleh penganut teori modernisasi tetapi juga tidak bisa dinafikkan sebuah bentukan sosial yang merancang ketidak mampuan baik individu maupun masyarakat untuk melakukan perubahan dalam dirinya. Dari pertarungan paradigma ini kemudian lahir apa yang disebut dengan kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural.
Ketidakmampuan pemerintah dalam mengentaskan masalah ini di perparah dengan di terbitkannya aturan yang melarang orang miskin seperti misalnya pelarangan menggelandang, mengemis, mengamen dan pekerjaan orang miskin lainnya di tambah dengan aturan memberikan sanksi bagi orang yang memberikan sumbagan kepada orang-orang yang menjalani profesi seperti yang di sebutkan diatas. Dimana ruh dan jiwa mulia undang-undang pasal 34 mengenai orang miskin di negara ini di letakkan yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara” Di masyarakat Indonesia jumlah rakyat miskin yang tak juga semakin rendah tentunya akan banyak di temui fenomena seperti ini. Masyarakat yang plural dan heterogoen bukan merupakan suatu dukungan yang baik untuk membantu dalam mengentaskan kemiskinan. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008 yang merupakan pelaksanaan tahun keempat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 dan merupakan kelanjutan RKP Tahun 2007 salah satu poin penting yang direncanakan adalah peningkatan kesejahteraan rakyat( www.bappenas.com ).
Demikian pula dengan prioritas rencana pembangunan jangka menengah pemeritah tahun 2005-2010 yang salah satu poinnya juga terkait dengan pembangunan ekonomi lokal Negara kita yang notabene adalah negara kepulauan tentu saja tidak sedikit masyarakatnya menggantungkan hidupnya pada laut sementara kehidupan masyarakat pesisir juga tentu saja sangat memprihatinkan karena ada sebagian dari penduduk pesisir yang masih menggunakan cara-cara sederhana dalam melakukan aktivitas penagkapan ikan sehingga besar kemungkinan masyarakat pesisir seperti ini juga hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal sebagai negara maritim kita harusnya melirik masyarakat pesisir untuk diberdayakan dan berusaha mengangkat mereka dari garis kemiskinan karena pengelolaan sumber daya laut kita merupakan sebuah peluang besar bilamana kekayaan tersebut dikelola oleh sumber daya manusia yang baik. Masyarakat nelayan tidak dapat dikatakan sebagai kumpulan individu yang memiliki etos kerja yang rendah karena aktivitas keseharian mereka adalah bekerja keras dan tidak pula dapat dikatakan bahwa kelas sosial di atasnyalah yang menyebabkan mereka tetap berada pada garis kemiskinan karena berbagai lembaga baik formal nonformal juga swasta maupun pemerintah yang terkait dengan bidang ini tentu saja memberikan dukungan dalam rangka memberdayakan masyarakat pesisir sekaligus dapat menghindarakan masyarakat pesisir dari ketidakaadilan.
Lalu apa masalahnya sehingga tetap saja masyarakat miskin di wilayah pesisir sulit untuk berkembang bahkan terus bertambah. Di Dusun Ujung Baru, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar yang merupakan salah satu titik masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar dapat dilihat sebuah fenomena kemiskinan masyarakat yang seolah terabaikan dan pada masyarakat pesisir ini pun seolah kemiskinan bukan lagi menjadi sebuah persoalan karena menjadi lumrahnya masalah ini di sekitar mereka. Penduduknya yang berjumlah kurang lebih 300 jiwa ini sekitar 70% di antarannya hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka bekerja sebagai nelayan tradisional yang dalam kesehariannya melakukan aktifitas pengkapan ikan secara sederhana. Untuk Provinsi Sulawesi Barat khusus Kab. Polewali Mandar index manusia yang mengalami kemiskinan adalah 23,50% pada tahun 1999 dan meningkat menjadi 27,10% pada tahun 2002 (www.datastatistik-indonesia.com) Masyarakat pesisir di Dusun Ujung Baru umumnya merupakan kelompok yang sangat sulit untuk diorganisasikan. Nelayan juga umumnya merupakan kelompok masyarakat yang tidak memiliki alur-kas sehingga konsep perencanaan ekonominya sangat tidak pasti.
Oleh karena itu, kelompok nelayan lebih banyak bergerak dalam kesatuan-kesatuan informal tanpa memiliki perencanaan ekonomi yang jangka panjang dan juga wilayah tersebut belum banyak tersentuh oleh program kemiskinan yang terkhusus menyentuh masyarakat pesisir miskin. Pemanfaatan sumber daya laut merupakan salah satu penyebab sulitnya masyarakat keluar dari garis kemiskinan dan meningkatkan taraf hidupnya. Seperti misalnya diantara biota laut yang di dapatkan langsung dijual tanpa melalui pengolah bisa jadi ini disebabkan karena kurangnya keterampilan masyaarakat sekitar untuk memanfaatkan hasil tangkapan untuk diolah menjadi sebuah produk rumah tangga yang mempunyai nilai ekonomis sehingga dapat pula menopang ekonomi keluarga sementara disisi lain ada beberapa anggota masyarakat yang terkadang sulit menerima suatu tawaran perubahan karena menyangut kehidupan nelayan dan keluarganya. Di Dusun Ujung Baru hal seperti ini terkadang terjadi, sempitnya pola pikir membuat masyarakat kurang berani untuk mengambil resiko untuk merubah pola hidupnya. Selain dari pada itu masyarkat pesisir mandar memiliki perbedaan yang mendasar dengan masyarkat pesisir dari suku makassar, nelayan suku bugis maupun nelayan suku bajo dalam hal orientasi kelautan yaitu suku bajo menjadikan kapal atau perahunya sekaligus rumah sedangkan orang makassar pernah terkenal dengan armada kapal perang yang membuat mereka memiliki pengaruh kuat di Nusantara. Orang Bugis adalah pedagang antar pulau yang disegani. Sedemikian kuat pengaruh dagang mereka sampai-sampai di beberapa tempat ada daerah bernama kampong Bugis misalnya di Singapura, Alimuddin,(2005:2). Sedangkan orang Mandar lebih berorientasi pamanfaatan sumberdaya laut untuk kebutuhan sehari-hari. Dipertegas oleh Christian Pelras(1996) penulis buku The Bugis yang di kutip oleh Alimuddin (2005:2) mengatakan orang bugis sebenarnya bukanlah pelaut ulung “orang bugis sebenarnya adalah pedagang, laut dan kapal hanyalah media dan sarana yang digunakan untuk memperlancar aktivitas perdagangan mereka. Kalau menyebut pelaut ulung yang paling tepat adalah orang mandar” Miskin di antara sumberdaya alam laut yang melimpah ruah dan mentalitas yang terbangun dengan budaya kelautan serta dengan totalitas menggantungkan kehidupannya pada laut tentu saja memiliki alasan. Kemiskinan yang di derita oleh suatu masyarakat merupakan sebuah masalah tetapi dengan kriteria seperti ketersediaan sumberdaya alam, mentalitas masyarakat serta totalitas yang cukup besar tentu saja menghasilkan masalah kemiskinan yang berbeda. Untuk membahas masalah kemiskinan perlu di identifikasi apa sebenarnya yang di maksud dengan miskin atau kemiskinan dan bagaimana mengukurnya. Konsep yang berbeda akan melahirkan cara pengukuran yang berbeda pula, setelah itu di cari faktor-faktor dominan baik sifatnya kultural maupun struktural yang menyebabkan kemiskinan terjadi dan yang terakhir adalah mencari solusi yang relevan dari permasalahan itu. Yang menjadi sulit dalam mengentaskan kemiskinan bukan saja sifatnya yang multi dimensional, kompleks, dinamik, sarat dengan sistem institusi, dan perisitiwa yang berbeda di setiap lokasi. Diharapkan pada penelitian ini ditemukan suatu perbedaan lain dalam melihat masalah kemiskinan dengan penelitian lainnya pembedaan yang dimaksud adalah pada penelitian akan dipisahkan antara kemiskinan kultural dan struktural secara mendetail sehingga pengumpulan data dilakukan dengan objektif hingga pada akhirnya dapat ditemukan sebuh simpulan yang berangkat dari landasan berfikir yang berimbang dengan kata lain tidak hanya menggunakan perspektif modernis ataupun strukturalis tetapi menggunakan keduanya secara berimbang. Seperti apa yang dikemukakan Soerjono Soekanto tentang peran sosiologi dalam melihat kemiskinan yaitu sosiologi menyeidiki persoalan-persoalan umum pada masyarakat dengan maksud menemukan dan menafsirkan kenyataan-kenyataan kehidupan bermasyarakat sedangkan usaha-usaha perbaikannya merupakan bahagian dari pekerjaan sosial.
Sumber:
Kemiskinan
Masalah sosial yang umum terjadi di masyarakat saat ini adalah kemiskinan. Penyebab utama masalah ini antara lain adalah akibat kurangnya pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki oleh warga. Sehingga mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Saat ini hampir sekitar 25 % warga desa tersebut masih berada di garis kemiskinan. Dan juga penyebab utamanya seperti yang telah disebutkan di atas. Warga desa tersebut kebanyakan hanya lulusan SD atau SMP dan tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan yang layak untuk bekerja. Untuk menghidupi keluarga, mereka bekerja serabutan alias seadanya. Seperti mencari kayu untuk dijual, sebagian diantaranya bekerja sebagai kuli bangunan yang hasilnya tidak seberapa dan kadang kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Bantuan yang diberikan oleh pemerintah pun masih kurang untuk menutupi kebutuhan hidup mereka seperti makanan, pakaian, pendidikan bagi anak-anaknya, dan lain-lain. Dikarenakan hal kemiskinan tersebut, anak-anak mereka mayoritas hanya sampai SD ataupun SMP saja. Karena tidak ada dana untuk menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Permasalahan permasalahan yang timbul akibat kemiskinan ini pun beragam. Seperti tindak kriminalitas warga yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang salah, misal dengan mencuri, memalak, bahkan pesugihan.
Pemerintah pun sudah berusaha mengentaskan kemiskinan yang tidak hanya terjadi di desa tersebut, namun juga terjadi di berbagai daerah lain. Namun masalah ini tak kunjung usai, masih saja melanda sebagian masyarakat. Entah karena faktor masyarakat atau individunya ataupun pemerintahnya. Namun sejauh penulis ketahui, kedua faktor tersebut saling mempengaruhi. Masyarakat yang etos kerjanya dan kemauannya untuk lebih maju rendah bahkan tidak ada. Kebanyakan masyarakat mempunyai sifat pemalas dan hanyamau terimajadi saja tanpa mau berusaha.Untuk mengatasi masalah ini, seharusnya pemerintah dan masyarakat saling bekerja sama. Pemerintah jangan hanya memberi bantuan berupa uang tunai atau bahan makanan saja. Namun juga memberi pengarahan dan pembekalan atau ketrampilan tertentu untuk masyarakat miskin, agar dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk bekerja tanpa dipungut biaya. Sehingga mampu bekerja dan menghidupi keluarga tanpa menggantungkan hidupnya pada pemerintah.
 Untuk masyarakat sendiri diharapkan mampu melaksanakan program tersebut dengan sungguh-sungguh dan meningkatkan etos kerja. Sehingga tujuan utama dari program pengentasan kemiskinan yang sudah lama melanda sebagian masyarakat dapat teratasi.
Sumber:
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial laten yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan mungkin “misteri” mengenai kemiskinan ini. Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama, melainkan pula karena masalah ini masih hadir di tengah-tengah kita dan bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Meskipun pembahasan kemiskinan pernah mengalami tahap kejenuhan sejak pertengahan 1980-an, upaya pengentasan kemiskinan kini semakin mendesak kembali untuk dikaji ulang. Beberapa alasan yang mendasari pendapat ini antara lain adalah:
Pertama, konsep kemiskinan masih didominasi oleh perspektif tunggal, yakni “kemiskinan pendapatan” atau “income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, jumlah orang miskin di Indonesia senantiasa menunjukkan angka yang tinggi, baik secara absolut maupun relatif, di pedesaan maupun perkotaan Meskipun Indonesia pernah dicatat sebagai salah satu negara berkembang yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan, ternyata masalah kemiskinan kembali menjadi isu sentral di Tanah Air karena bukan saja jumlahnya yang kembali meningkat, melainkan dimensinya pun semakin kompleks seiring dengan menurunnya kualitas hidup masyarakaat akibat terpaan krisis ekonomi sejak tahun 1997.
Ketiga, kemiskinan mempunyai dampak negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) terhadap tatanan kemasyarakatan secara menyeluruh. Berbagai peristiwa konflik di Tanah Air yang terjadi sepanjang krisis ekonomi, misalnya, menunjukkan bahwa ternyata persoalan kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang ditampilkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, melainkan pula mempengaruhi ketahanan sosial masyarakat dan ketahanan nasional.
Sadar bahwa isu kemiskinan merupakan masalah laten yang senantiasa aktual, pengkajian konsep kemiskinan merupakan upaya positif guna menghasilkan pendekatan dan strategi yang tepat dalam menanggulangi masalah krusial yang dihadapi Bangsa Indonesia dewasa ini.
Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan konsep yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya, menunjukkan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS per orang per hari adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut.
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu (a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, (b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan (c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambat
Sumber:
Aug 11, 2010

2009 Penduduk Miskin Indonesia adalah 32,53 Juta Jiwa     

[http://www.antaranews.com/berita/1246449169/bps-penduduk-miskin-indonesiasebanyak-32-53- juta-jiwa]RAPAT SPASI         

BPS: Penduduk Miskin Indonesia Sebanyak 32,53 Juta Jiwa           
Rabu, 1 Juli 2009 18:52 WIB | Ekonomi & Bisnis | Makro |        

Jakarta (ANTARA News)- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, hasil survei pada Maret 2009, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. 

"Hasil ini menunjukan penduduk miskin berkurang 2,43 juta jiwa dibandingkan dengan (hasil survei) Maret 2008 yang mencapai 34,96 juta jiwa atau 15,42 persen (dari total populasi)," kata Deputi Statistik Sosial BPS, Arizal Manaf, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.   

Ia menambahkan, penduduk miskin didominasi penduduk pedesaan yaitu 20,62 juta jiwa atau 17,35 persen dari total penduduk di desa.    

Sedangkan penduduk miskin di perkotaan sebesar 11,91 juta jiwa atau 10,72 persen dari total penduduk kota.             

Jumlah orang miskin di perkotaan, bila dibandingkan survei Maret 2008, mengalami penurunan sebesar 850 ribu jiwa. Sedangkan di pedesaan bila dibandingkan Maret 2008, penduduk miskin berkurang 1,5 juta jiwa.          

Ia mengatakan, penurunan jumlah kemiskinan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, naiknya upah riil buruh tani dan bangunan. Upah buruh riil petani di pedesaan rata-rata naik sebesar 13,22 persen. Sedangkan upah buruh bangunan di perkotaan rata-rata naik 10,61 persen.   

Kedua, nilai tukar petani pangan selama periode April 2008-Maret 2009 mengalami kenaikan sebesar 0,88 persen. Sedangkan untuk nilai tukar petani di sektor perikanan (nelayan) naik 5,27 persen.       

"Sehingga ada tambahan pendapatan," katanya.  

Ketiga, menurut dia, penurunan itu juga didukung oleh kebijakan pemerintah seperti bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional sekolah (BOS) dan juga Kebijakan Beras untuk masyarkat miskin (raskin).   

"Ini ada dampaknya, kan dengan kebijakan itu maka pendapatan bertambah (BLT), disisi lain pengeluaran juga berkurang (BOS dan raskin)," katanya.    

Ketika ditanyakan, apakah kebijakan tersebut bila dilakukan pada bulan Maret saja sesuai dengan survei yang dilakukan yaitu pada bulan Maret akan mempengaruhi, Arizal menjawab, survei dilakukan pada bulan Maret, dan hal itu mengukur kemiskinan di bulan Maret 2009, namun hal itu juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi sebelumnya.           

"Jadikan kebijakannnya tidak hanya di bulan Maret," katanya.

Sumber:

Akibat Kemiskinan, Penyakit Terus Mendera Anak Indonesia  

Tim Liputan Enam SCTV
17/03/2010 04:01
Liputan6.com, Mandailing: Disaat warga ibu kota sibuk memburu barang impor bermerek, masih banyak warga di pelosok Indonesia, yang bergelut dengan kemiskinan. Jangankan berfikir memiliki baju atau sepatu baru, untuk makan dan berobat saja, mereka harus berjuang, antara hidup dan mati.

Seperti nasib yang dialami Danang, bocah warga Kepulauan Riau tersebut, menderita kelainan hati sejak kecil. Akibatnya, mata Danang terus menguning, perut buncit dan kulitnya rusak. Penyakit ini, membuat Danang harus menjalani masa kecilnya dengan penderitaan. Surjono, ayah Danang, tentu sangat ingin membawa anaknya berobat, agar bisa kembali sembuh, namun, karena tidak memiliki biaya, keinginan tersebut sekadar menjadi mimpi.

Nasib yang sama juga dialami Yusuf, bocah berusia sembilan tahun, warga Madailing Natal, Sumatra Utara. Keadaan Yusuf jauh lebih mengenaskan, karena tak memiliki uang untuk mengobati penyakitnya, menyebabkan Yusuf mengalami buta, bisu dan tak bisa berjalan. Abdurrahman, ayah Yusuf, hanya bisa meratapi nasib anaknya tersebut.

Begitu juga di Jawa, tepatnya di Grobokan, Jawa Tengah, sebut saja namanya Andika, bayi mungil ini, sangat menderita jika akan buang air, karena tidak memiliki anus. Jika orang tuanya memiliki biaya, tentu sang anak, tidak akan mengalami penderitaan ini. Yang kaya membuang-buang hartanya, sedangkan si miskin, terlunta lunta dan menderita, inilah sebuah fenomena di Indonesia. Jika saja banyak yang ingin berbagi, tentu si miskin makin bisa tersenyum.(ARL)
JAKARTA, PedomanNEWS.com – Pengentasan kemiskinan di Indonesia sangat lambat sekali dan masih jauh dari target yang dicapai jika melihat program MDGs 2015.
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPR RI, Marzuki Alie dalam acara 'The Millineum Development Goals (MDGs) and Poverty Eradication' yang berlangsung di Operation Room Gedung Nusantara DPR RI, Jumat (21/11/2011).
“Pengentasan kemiskinan di Indonesia sangat lambat sekali dan masih jauh dari harapan,” Ujarnya. Marzuki juga menambahkan bahwa kita harus bersama-sama untuk mengingatkan dalam membangun bangsa ini sehingga kemiskinan bisa kita entaskan.
Sementara itu Direktur Badan PBB bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya-UNESCO, Irina Bokova mengatakan bahwa pemerintah harus bekerja keras untuk menekan angka kemiskinan melalui cara pendidikan dan perluas lowongan kerja serta akses kesehatan bagi masyarakat.
“Pemerintah harus bekerja keras untuk menekan angka kemiskinan melalui cara pendidikan, memperluas lowongan pekerjaan serta akses kesehatan bagi masyarakat,” Ujar Bokova.


Comments
0 Comments

0 komentar: