Read Me

Selasa, 08 April 2014

Metamorfosis si Cupu

picture by rubrikita.com

At first, gue mau ngenalin diri dulu. Panggil aja gue Sesil. My full name is Sesilia Fitri Damayanti. Dulu gue anak yang minderan dan cupu abis. Terlebih waktu gue SMA, yang saat itu gue ngalamin yang namanya sweet seventeenth. Itu titik dimana metamorfosis tahap pertama gue dimulai karna tanpa gue sengaja ada seseorang yang bikin hati gue melting. Padahal caci maki temen-temen sekolah gue sejak SD sampai SMA kelas X tak membuatku berpikir sama sekali buat berubah. This is my story..

Masa Orientasi Siswa (MOS) angkatan tahun 2011, SMA CAHYA PURNAMA pun dimulai. SMA yang berlokasi di tengah kota ini merupakan salah satu SMA favorit di daerah ku. Aku, Yanti adalah anak yang tidak memiliki keahlian khusus apa pun, tidak pintar bergaul, dan bukanlah seorang gadis yang cantik, melainkan bisa dikatakan buruk rupa. Bukannya aku mau menjelekkan diri sendiri, tapi inilah kenyaaan. Rambut lurus ku yang selalu aku kuncir kuda, poni yang menutup alisku, baju seragam kedodoran yang kukenakan, dan kacamata kuda yang aku pakai bukan karna ingin disebut sebagai kutu buku melainkan hanya karna alasan kenyamanan ku tuk memakainya ini membuat ku semakin terlihat aneh dimata teman-teman sekolahku yang 98% adalah anak orang kaya yang tinggal di kota besar yang merupakan ibukota negara Indnesia kita tercinta, Jakarta.

Semua tampilan visual ku yang aneh dimata teman-teman ku ini, membuat ku semakin sulit tuk membaur dengan mereka. Tapi aku sangat bersyukur karna masih ada seorang sahabat yang aku kenal dihari Senin, kala MOS menginjak hari pertama, Nurida Permata. Nuri adalah anak yang ceria, canting, tinggi semampai dan terlihat cerda, serta mudah bergaul. Meskipun demikian, Nuri bukanlah gadis yang suka pilah-pilih soal pertemanan. Karnanya aku merasa lebih tenang karna setidaknya aku memiliki sosok teman yang akan membimbing ku untuk tidak sebodoh waktu SMP.

Mungkin kata bodoh ini lebih tepat diganti dengan kata idiot karna sikap ku yang selalu diam dan memilih menghindar ketika diolok-olok teman ku semasa SMP. Yah, itulah nasib orang cupu seperti ku. Tapi aku tak mempermasalahkan semua itu. Karna Bunda selalu bilang kepada ku agar senantiasa fokus agar bisa sekolah favorit di daerahku, SMA CAHYA PURNAMA secara gratis. Demi mewujudkan keinginan Bunda dan Ayah, aku tidak akan menyerah hanya karna ini semua yang hanya diibaratkan sebagai kerikil kehidupan saja.

Hari ketiga MOS telah tiba. Hari terakhir ini adalah jadwal setiap kelas mementaskan bakat mereka di atas panggung yang telah disiapkan oleh kakak-kakak panitia. Hari ini aku tampil sebagai pemeran pembantu, sedangkan Nuri menjadi pemeran utamanya. Kelas kami menampilkan drama percintaan yang saangat terkenal, Romeo and Juliet. Dan aku, si Cupu hanya bisa bermimpi suatu saat bisa menjadi pemeran utamanya, bahkan pemeran utama di kehidupan nyata. *Tepuk tangan teman-teman menyadarkan lamunan ku.

Giliran perwakilan panitia menampilkan bakat mereka. Saat itu mereka menampilkan berbagai macam karya antara lain musik, tarian dan treatrikal. Penampilan solo dari salah satu kakak panitia yang belum aku ketahui itu membuatku terpesona untuk pertama kalinya. Alunan musik yang merdu dengan keliahaiannya memetik senar gitar akustik itu seakan membuat jantung ku tak henti tuk berdetak sekuat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Senyumaman bibir tipisnya yang manis dan tatapan matanya yang redup seakan menghipnotis seluruh peserta MOS untuk tidak berkedip melihatnya di atas sana, tak terkecuali aku.

Sesekali aku mengedipkan mata seakan berpikir ini semua hanyalah mimpi yang tak ingin aku akhiri. Tapi sayang, sekali lagi, tepuk tangan teman-teman menyadarkan ku. Momen itu pun berlalu secepat yang sudah ku duga. Dan akhirnya mulai lah kegiatan belajar mengajar ku lagi yang monoton dan membosankan. Rumah, sekolah, kelas, mushollah, kantin, dan ruang guru. Begitu seterusnya. Tapi setidaknya, kali ini aku ke kantin tidak sendirian, karna ada Nuri. Kami selalu bersama kemana pun. Setiap kali anak-anak di sekolah mengganggu dan mengejekku, dia menjadi orang pertama yang membelaku dengan memarahi mereka. Tak terkecuali kakak kelas kami.

Siang itu kami berjalan menuju kantin. Seperti biasa kami harus melewati lorong kelas XI IPA. Aku selalu menundukkan kepala ku setiap kali melewati lorong yang menurut ku lorong yang membuatku sangat malu dan minder. Karena anak IPA identik dengan kepintaran dan kecerdasannya, disisi lain mereka sudah kelas XI dimana mereka 2 taun lebih tua di atas ku. Tiba-tiba langkah kaki ku terhenti dan lutut ku menempel ke lantai karna tersandung sesuatu. Benar saja perasaan ku, aku menyandung kaki. Seketika Nuri meneriaki kakak tersebut dengan lantang tanpa getar, “Kak, yang sopan dong kalo sama cewek. Masak kakak kelas bukannya bimbing adeknya tapi malah ngerjain!!” “Udah, Ri. Aku yang salah nggak liat-liat”, jawab ku dengan menahan rasa perih dari lutut ku yang terluka. Kami pun melanjutkan langkah menuju kantin dan berencana ke UKS setelah selesai makan untuk mengobati luka ku itu.

Sementara kakak kelas yang menyandung ku tadi hanya bisa terdiam heran dengan keberanian Nuri yang dengan lantang memarahinya barusan. Tiba-tiba suara lembut seorang laki-laki memecah keramaian saat itu. Dan sepertinya aku mengenal suara tersebut. Suara kakak panitia MOS yang mebuat ku terpana karna suara dan kepiawaiannya memainkan gitar. Dari kejadian itu aku bersyukur karna bisa mengetahui namanya tanpa sengaja, Destian Nanda Pratama. Tapi aku tidak ingin terlalu bahagia dengan memilingi angan-angan yang tinggi. cukup dengan tau namanya.

Sekolah pun berakhir dan kami semua kembali ke rumah masing-masing. Aku yang selalu naik bus menuju tempat tante ku yang menjadi tempat tinggal sementara ku ini harus berpisah dengan Nuri yang selalu dijemput oleh sopir pribadinya. Tidak heran, dia memang anak orang kaya.

Tiba di rumah aku memainkan HP jadulku yang tidak kalah jadul dengan pemiliknya ini. Herannya aku dapat SMS dari nomor tak dikenal yang seletah aku baca dia ngajak kenalan. Karna aku masih bingung dan tak percaya, aku tidak membalasnya. Keesokan harinya sekitar pukul 05.00 WIB dering handphone ku membangunkanku. Yang benar saja, nomor semalam. Karna saya tidak suka diganggu nada dering terus menerus yang membangunkan ku, terpaksa aku mengangkatnya. Sangat tidak terduga aku mendengar suara seorang laki-laki yang lembut dan mengatakan, “Bangun Sil, shalat dulu”. Seketika aku membelalakkan mata ku yang tadinya masih penuh rasa kantuk tanpa mengucapkan kata apa pun hingga akhirnya panggilannya disconnect. Dan aku pun beranjak dari tempat tidur dan bergegas mengambil air wudlu.

Setelah kejadian pagi itu aku sering melamun dan penasaran dengan laki-laki yang membangunkan dan mengingatkan ku untuk shalat pagi itu. Tapi sayangnya, hal itu selama seminggu tak terjadi lagi dan aku pun tak berani mengirimkan pesan kepadanya hingga akhirnya tibalah hari itu.

Kakak kelas yang kemaren membuat lutut ku terluka tiba-tiba menghampiri ku ketika aku duduk sendiri di bangku bawah pohon sambil membaca buku novel karangan penulis idolaku. Dia meminta maaf atas kejadian kemarin, “Sorry banget ya soal kemarin, sumpah gue nggak sengaja. Gue ngerasa bersalah sama lu. Siapa nama lu? Sesil ya?” “Iya kak, Yanti tepatnya, tidak apa-apa kok. Toh paling lukanya cepat sembuh”, jawab ku. “”Oh, syukur deh kalo gitu, cantikan dipanggil Sesil lagi, lebih gaul juga. Lu nggak usah kaku banget gitu sih sama gue”. “Hmm, iya deh Kak. Kak siapa ya? Maaf belum kenal soalnya.” “Oh, Nata, panggi aja Nata. Oke see you”, Kak Nata pun berlari menjauhi ku. Dan aku tiba-tiba teringat nomor tak dikenal kemarin. Dia memanggilku dengan nama Sesil, padahal di sekolah semua orang yang mengenalku memanggilku dengan nama Yanti. Meskipun aku penasaran, tapi aku tidak pernah berani untuk mencari tau siapa pemilik nomor tak dikenal itu. Lagi pula sejak pertama dan terakhir itu, tak ada lagi pesan atau pun panggilan dari nomor itu lagi.

Rabu, pukul 09.00 WIB. Jam pelajaran penjasorkes dimulai. Siswa kelas XD, XI IPA 4, dan XII IPA 4 membaur di lapangn basket dan berbaris rapi dalam barisan kelas masing-masing. Tak lama berselang para guru olahraga datang dan memberikan intruksi kepada kami kelas XD untuk bermain voli. Sedangkana kelas lain mendapatkan intruksi lainnya dari guru masing-masing. Dan aku yang tudak menyukai olahraga voli hanya bisa menikmati rasa sakit dan merahnya tangan ku. “Bugg....”, tiba-tiba bola basket mengenai kepalaku. Dengan mata agak berkunang, aku melihat sesosok laki-laki tinggi yang tak terlihat jelas wajahnya.

“Sesil lu nggak pa-pa?”, tanya laki-laki itu.
Dalam hati aku bertanya, jangan-jangan diaaaa....benar saja, wajahnya mulai terlihat. Kak Nata.

“Sesil, hallo, lu nggak pa-pa? Ayo sini gue bantu ke UKS. Sorry banget ya, ini kedua kalinya gue nyelakain lu”, ucap kak Nata sambil menuntun ku menuju UKS. Tapi aku pun masih terdiam, ntah lah, antara menahan rasa pusing di kepala ku atau bingung karna nama Sesil yang aku dengar dari mulut Kak Nata.

Sesampainya di perpus, Kak Nata terlihat begitu bersalah terhadap ku. Dia menunggui ku hingga rasa pusing di kepala ku ini benar-benar menghilang. Dan sejak saat itu dia selalu memperhatikan ku. Tak hanya itu, Kak Nata sering menjemput ku ke sekolah dan mengajak aku keluar bersama.

Malam itu malam minggu. Malam itu Kak Nata mengajakku pergi ke XXI di salah satu mall di kota tempat ku tinggal sementara. Saat itu aku yang sedang fokus menonton film romantis yang sedang diputar dilayar lebar, tiba-tiba dikagetkan oleh lelaki di sebelahku itu. Yah, itu lah Kak Nata. Kaget yang dia ciptakan membuatku mengabaikan film yang sedang ramai dibicarakan para remaja di Indonesia. Bunga di depan mataku. Bunga mawar merah yang masih segar dan memiliki aroma yang menenangkan. Bunga mawar adalah lambang kasih sayang. Tapi meski demikian aku yang cupu ini tidak berani berpikir macam-macam.

Aku berusaha untuk tidak mengartikan semua sikap Kak Nata sebagai sikap yang memiliki arti khusus. Hingga akhirnya dia mengatakan hal itu, “Sesil, aku sayang sama kamu. Mau kah kau jadi pacarku?”

“Ta..ta..tapi, Kak”, aku  pun sangat terkejut dan menjawabnya dengan terbata-bata.
“Kenapa? Aku tau aku mungkin nggak pantas buat kamu. Kamu pintar dan liat aku (dia meletakkan kedu tangannya di pipiku dan mendekatkannya ke wajahnya) aku hanya cowok bodoh yang nggak bisa apa-apa, nggak bisa dibanggakan sama sekali”.

Aku mencoba menata omonganku agar lebih jelas didengar,”Bukan itu Kak, tap lebih aku yang nggak pantas buat Kakak. Aku cupu, sedangkan Kakak? Kapten basket di sekolah yang disukai banyak cewek cantik”.

“Aku hanya menyukai dan menyayangimu. Kamu tau kenapa? Karna kamu membuat ku nyaman. Bersikap biasa terhadapku, tidak memperlakukan ku secara khusus atau pun berlebihan. Perhatian dan kelembutan hati ku membuat ku tenang”, penjelasan yang mengharukan bagi ku dan membuat ku merasa ini semua adalah mimpi.

Sejak saat itu, si cupu selalu merasa lebih Pede dengan dirinya karna ada seorang cowok yang selalu setia di sampingnya. Melindunginya dari ejekan anak-anak yang iri karna bisa berpacaran dengan idola di sekolah ku ini. Tapi hal yang membahagiakan itu pun tak lama kurasakankan.

Malam itu ketika kita pergi bersama, tiba-tiba aku mengingat nomor yang membangunkan ku shalat subuh kala itu. Ntah mengapa tapi hal itu tiba-tiba mengganggu pikiran ku dan membuatku penasaran untuk menanyakan hal ini kepada Nata. Belum sempat ku menanyainya, dia menerima sebuah telepon dari seorang lelaki. Tak ku dengar apa pun, tapi dia terlihat sedih.

“Kenapa, Sayang? Apa ada masalah?”

“Nggak kok, Sayang. I’m fine”, Nata terlihat senyum tapi menyakitkan. Ntah lah...aku tak mengerti.

“Pulang yuk Sayang, aku masih ada PR buat besok”.

“Setengah jam lagi ya Sayang, aku masih pengen di sini sama kamu”, Nata terlihat sedikit aneh dan matanya menatapku redup.

“Iya, Sayang. Yang penting nggak kemaleman. Nggak enak sama orang rumah”.

Tiba-tiba Nata memeluk ku erat, “Makasih kamu selalu mewarnai hari-hariku. Aku sayang banget sama kamu. Mungkin kalo aku nggak ketemu Sayang, aku akan merasakan hidup ini tiada arti.”

“Ih, Sayang kenapa sih? Lebay deh”, aku pun melepaskan pelukan Nata dan mengacak-acak rambutnya.

Nata selalu menerimaku apa adanya. Meskipun aku tetap bertahan dengan dandanan cupu ku ini, dia tetap menyayangiku dan setia sampai sekarang.

Keesokan harinya, Nata tak berangkat ke sekolah padahal aku sudah menunggunya hingga jam 06.50 WIB. Biasanyanya kami berangkat bersama pukul 06.30 WIB. Terpaksa aku berangkat sendiri karna HP nya tidak bisa dihubungi. Saat jam istirahat tiba, aku segera mengajak Nuri untuk menemaniku ke kelas Nata. Tapi aku tak melihatnya. Salah satu teman di kelasnya mengatakan dia tidak masuk. Tapi yang mengagetkan, teman kelas Nata yang lain, Kak Tama laki-laki yang sudah lama aku kagumi sejak sebelum aku berpacaran dengan Nata itu mengatakan bahwa Nata pindah.

“Lho, lu nggak tau, Sil? Nata pindah sekolah mulai hari ini. Pas gue di ruang guru gue nggak sengaja ketemu Om Prima, papa Nata. Lu pacarnya Nata kan?”

“Iya sih, tapi....semalam Nata tidak mengatakan apa-apa, Kak”, tak terasa aku pun mengeluarkan air mata di pipi.

“Sebenernya gue juga kaget, Sil..tapi aku pun nggak ngerti kenapa dia tiba-tiba pindah. Mending lu dateng ke rumah Nata deh. Tau kan lu dimana rumahnya?” ucap Kak Tama sambil memegang kedua pundakku.

“Iya Kak, aku udah pernah ke sana kok sebelumnya”, aku berusaha tenang dan tersenyum kepadanya. Ntah mengapa aku merasa sudah mengenal dekat Kak Tama.

Pulang sekolah aku segera mendatangi rumah Nata ditemani oleh Nuri. Di sana aku bertemu dengan tante Mira, mama Nata. Sebelumnya kami sudah saling mengenal karna Nata pernah mengenalkan ku kepada kedua orang tuanya. Namun aku tidak mendapakan penjelasan apapun kecuali surat yang dititipkan Nata untuk ku.

Dear : Sesilia Fitri Damayanti

Maaf ya Sayang, aku nggak pamit dulu ke kamu buat pergi. Sayang, bukannya aku ingin menghilang dari kamu secara kejam, hanya saja keadaan ini memaksaku buat pergi. Pergi dengan kesakitan ku yang lebih besar karna harus meninggalkanmu. Kamu harus percaya, aku cuman sayang sama Sesil yang cupu tapi berhati tulus. Aku cuman sayang sama Sesil hingga aku harus meninggalkannya dan memilih hidup dan pergi dari sisinya. Di negeri Kepala Singa ini, aku harus menghabiskan hidupku dengan segala teknologi kedokteran yang ada. Aku harap aku bisa bertemu denganmu lagi karna aku ingin selalu melihat senyuman manismu. Tapi kalo Tuhan berkehendak lain, aku hanya bisa mendoakan mu agar bisa senantiasa tersenyum bahagia. Aku menyayangimu sepenuh hati ku, hingga akhir hayatku. Ada atau pun nggak ada aku kamu harus senantiasa tersenyum. Aku ikhlas kalo pun kamu bahagia bersama orang lain. Oh ya, nggak usah khawatirin aku di sini. Doain aja ya Sayang, yang terbaik buat aku, kamu juga. Tama itu cowok yang baik lho.
                                                                                                            Always Love You,
                                                                                                                        Nata

Aku masih tidak mengerti jelas isi surat yang Nata berikan. Apa mungkin dia sedang sakit parah dan harus dirawat di Singapura. Dan kenapa tiba-tiba dia menyebutkan nama Tama. Hingga akhirnya aku tau setelah seminggu berlalu, tante Mira menelpon ku dan memberi kabar bahwa Nata telah tiada. Setelah itu aku baru menyadari, dia mengalami gagal ginjal. Karna dia selalu memaksakan fisiknya, keadaannya semakin parah dan tak dapat diobati lagi.

Rasa kehilangan dan tangisan yang selalu menemani malam ku berbulan-bulan ini membuatku teringat akan pesan Nata buat aku selalu tersenyum. Aku nggak mau bikin Nata kecewa di sana melihatku seperti ini. Aku harus bangkit, membuat Nata bangga karna aku sangat menyayanginya dan nggak mau buat Sayangku kecewa.

Hari-hari berlalu dengan sangat cepat hingga akhirnya aku dan Nuri naik ke kelas XI. Sayangnya kami harus berpisah karna Nuri memilih masuk kelas Bahasa, sedangkan aku lebih memilih masuk di kelas IPA. Setaun telah berlalu sejak aku mengenal Nata dan sekaligus kehingannya setelah 3 bulan pacaran, serta setaun juga setelah nomor tak dikenal itu menderingkan nada di HP ku. Karna aku sudah hampir 17 taun, aku memberanikan diri untuk menghubungi nomor itu. Tapi sayangnya, “Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah hubungi beberapa saat lagi.” Nomornya tidak aktif. Sudah lima kali aku mencoba seharian untuk menghubungi nomor itu, tapi hasilnya nihil. Dan aku pun menyerah dan memutuskan untuk benar-benar melupakannya.

Siang itu ketika aku menanti kedatangan bus langgananku, Nuri tiba-tiba menarik ku ke dalam mobilnya dan mengatakan bahwa dia sedang sendirian di rumah, padahal nanti malam acara ulang taun kakaknya. Memang, meskipun kamu sudah tidak sekelas, kami tetap menjadi sahabat baik dan sering bermain bersama. Kedua orang tua Nuri memang para pebisnis yang sibuk sehingga dia sering sendirian di rumah, hanya bersama kakak laki-lakinya yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Saat itu juga aku pun mengirimi pesan kepada ayah dan bunda untuk pulang terlambat karna harus menemani Nuri. Nuri memang gadis yang pintar bergaul, namun dia tidak terlalu suka keramaian dan pesta-pesta. Jadi dia memilih untuk bermain sendiri di kamarnya bersama ku, sedangkan di lantai dasar rumahnya sangat ramai dengan canda tawa teman-teman kakaknya.

Ketika kami asik bermain play station tiba-tiba ada yang membuka pintu dan membawakan kami makanan. Dengan muka yang terheran-heran aku melihat Kak Tama. Dengan gugup aku hanya mengatakan iya ketika Kak Tama menyapa ku, “Hai, Sesil ya? Nih dimakan sama si Nuri biar maennya tambah asik”. “I, i, i, i..iy..iya, Kak”, jawabku tengan terbata-bata. Dia langsung keluar setelah melebarkan senyuman lembut dan manis dari bibirnya itu. Dan sialnya, Nuri memperhatikanku dan menggoda ku dengan Kak Tama. Tanpa mengatakan apa-apa Nuri mengakhiri permainan kami dan menarik tanganku di meja riasnya. Dia dengan bersemangat mendandani ku tanpa menjelaskan apa pun kepada ku. “Kamu mau ngapain aku sih, Nur? Kok dianeh-anehin gini muka ku?”, tanya ku dengan heran. “Udah deh, lu diem aja Yan. Eh, mulai sekarang lu jangan ngomong aku kamu lagi deh. Harus ganti sama lu gue. Dan satu lagi, nama lu pake yang depan aja. Sesil”, tegas Nuri. “Ri, kenapa tiba-tiba kamu kayak gini?? Emang apa yang salah dengan ku?”, tanya ku dengan masih terheran-heran. “Nggak salah apa-apa sayangku, cuman gue mau ajak lu ke bawah aja gabung bareng temen-temen kakak gue. Kali aja nemu yang bening. Hrrrrr...”, celotek Nuri sambil meringis.

Aku pun hanya bisa ngikut, daripada aku, eh aku sendirian di kamar orang. Kalo ada yang ilang, gue kena dong? Dan akhirnya kami keluar dari kamar dan bergabung dengan para tamu. Mulai dari hari ini, gue belajar jadi anak gaul seperti apa yang dibilang sahabat terbaik gue, Nuri. Sore itu gue pake gaun punya Nuri sekaligus dengan sepatu highhells yang bikin gue terlihat jauh lebih cantik dari sebelumnya. Gue aja pas ngaca nggak nyangka kalo bayangan yang ada di kaca itu bukan gue. Tapi, it’s real Guys, it’s me. Pas kita lagi asik ngobrol sambil makan snack yang ada, tiba-tiba Kak Tama dateng dan give me a gift with sayying, “Happy birthday Sesil”. Nuri pun jalan ninggalin kita berdua sambil ngelempar senyumannya.

Gue gugup dan cuman bisa say thanks dan bertanya untuk apa ngasih hadiah gue toh gue bukan tuan rumah yang lagi punya acara birthday party. “Serius lu lupa hari ulang taun lu sendiri? Ini ulang taun asli lu bukan tanggal lahir di kartu tanda siswa  lu.” “Astaga, sumpah gue lupa, ini serius tanggal ultah asli gue. Karna emang tanggal di KTS dan ijasah gue salah. Kok lu bisa tau, Kak?”, gue nanya dengan penuh penasaran. “Ya jelaslah, Sil, lu nggak tau kan gue udah lama tau lu. Udah 3 tau, sejak kita SMP. Cuman karna gue saat itu masih cupu, gue nggak berani buat ngedeketin lu. Gue cuman bisa jadi secret admirer lu. Dan nggak nyangka gue bisa ketemu lu di SMA sekarang ini. Lu pasti nggak tau juga siapa yang ngebangunin kamu pagi itu?” “Hah, pagi itu maksudnya?” “Iya pagi itu, yang bengunin kamu buat shalat.” “Jangan bilang itu kakak.” “Pinter.....”, ucap Kak Tama sambil ngeberantakin rambutku dengan tampang gemes.

Walopun gue heran abis-abisan tapi gue baru tau dari kakak sepupu Nuri ini adalah penggemar rahasia gue, dan Nata tau soal ini. “Nata, I miss you so”. Walo gue dulu anak yang super cupu, tapi dengan kebaikan dan kelembutan hati gue (kata Nata dan Kak Tama sih), ada orang yang ternyata diem-diem merhatiin dan bahkan suka sama gue. Oh, God...Alhamdulillah, terima kasih telah mengirimkan sosok cowok kayak Tam-tam (=panggilan sayang gue ke Kak Tama setelah jadian) sebagai kado terindah sweet 17th ku ini. Dan aku janji, nggak bakal minder dan ngerendahin diri gue terus kayak dulu. Karna selain gue nggak mau bikin Ayah dan Bunda malu, gue juga nggak mau bikin my bestfriend, Nuri dan my beloved boy, Tam-tam kecewa karna gue yang nggak Pede dan lemah. Nata juga pastinya yang selalu menjadi kenangan terindah dalam hati gue yang nggak baka gue lupain.

Dan mulai dari hari itu, gue selalu meningkatkan kualitas diri gue. Baik kualitas otak, attitude, bahkan akhlak gue. Moga gue akan bisa jadi lebih baik setiap hari kedepan. Amin J
Comments
5 Comments

5 komentar:

Falah Bilayudha mengatakan...

good story,,,,,

Unknown mengatakan...

lumayan, cek my blog, and follow mata-fariz.blogspot.com

Unknown mengatakan...

FBilaY: Thanks, not really good than yours
M Fariz: Okay...soon

Unknown mengatakan...

Ceritanya menarik walaupun menurutku kecepetan :)
untuk pemilihan katanya aku rasa kurang tepat
dan penggambaran suasana dalam cerita kurang hidup dikit
semoga bisa membangun sarannya :)

Unknown mengatakan...

Thx Ay...moga bisa better ya next story, pantengin terus blog ku