 |
picture by rubrikita.com |
At first, gue mau ngenalin diri dulu. Panggil
aja gue Sesil. My full name is Sesilia
Fitri Damayanti. Dulu gue anak yang
minderan dan cupu abis. Terlebih waktu gue SMA, yang saat itu gue ngalamin yang
namanya sweet seventeenth. Itu titik dimana metamorfosis tahap pertama gue dimulai
karna tanpa gue sengaja ada seseorang yang bikin hati gue melting. Padahal caci maki temen-temen sekolah gue sejak SD sampai
SMA kelas X tak membuatku berpikir sama sekali buat berubah. This is my story..
Masa
Orientasi Siswa (MOS) angkatan tahun 2011, SMA CAHYA PURNAMA pun dimulai. SMA
yang berlokasi di tengah kota ini merupakan salah satu SMA favorit di daerah
ku. Aku, Yanti adalah anak yang tidak memiliki keahlian khusus apa pun, tidak
pintar bergaul, dan bukanlah seorang gadis yang cantik, melainkan bisa
dikatakan buruk rupa. Bukannya aku mau menjelekkan diri sendiri, tapi inilah
kenyaaan. Rambut lurus ku yang selalu aku kuncir kuda, poni yang menutup
alisku, baju seragam kedodoran yang kukenakan, dan kacamata kuda yang aku pakai
bukan karna ingin disebut sebagai kutu buku melainkan hanya karna alasan
kenyamanan ku tuk memakainya ini membuat ku semakin terlihat aneh dimata
teman-teman sekolahku yang 98% adalah anak orang kaya yang tinggal di kota besar
yang merupakan ibukota negara Indnesia kita tercinta, Jakarta.
Semua
tampilan visual ku yang aneh dimata teman-teman ku ini, membuat ku semakin
sulit tuk membaur dengan mereka. Tapi aku sangat bersyukur karna masih ada
seorang sahabat yang aku kenal dihari Senin, kala MOS menginjak hari pertama,
Nurida Permata. Nuri adalah anak yang ceria, canting, tinggi semampai dan
terlihat cerda, serta mudah bergaul. Meskipun demikian, Nuri bukanlah gadis
yang suka pilah-pilih soal pertemanan. Karnanya aku merasa lebih tenang karna
setidaknya aku memiliki sosok teman yang akan membimbing ku untuk tidak sebodoh
waktu SMP.
Mungkin
kata bodoh ini lebih tepat diganti dengan kata idiot karna sikap ku yang selalu
diam dan memilih menghindar ketika diolok-olok teman ku semasa SMP. Yah, itulah
nasib orang cupu seperti ku. Tapi aku tak mempermasalahkan semua itu. Karna
Bunda selalu bilang kepada ku agar senantiasa fokus agar bisa sekolah favorit
di daerahku, SMA CAHYA PURNAMA secara gratis. Demi mewujudkan keinginan Bunda
dan Ayah, aku tidak akan menyerah hanya karna ini semua yang hanya diibaratkan
sebagai kerikil kehidupan saja.
Hari
ketiga MOS telah tiba. Hari terakhir ini adalah jadwal setiap kelas mementaskan
bakat mereka di atas panggung yang telah disiapkan oleh kakak-kakak panitia.
Hari ini aku tampil sebagai pemeran pembantu, sedangkan Nuri menjadi pemeran
utamanya. Kelas kami menampilkan drama percintaan yang saangat terkenal, Romeo
and Juliet. Dan aku, si Cupu hanya bisa bermimpi suatu saat bisa menjadi
pemeran utamanya, bahkan pemeran utama di kehidupan nyata. *Tepuk tangan teman-teman menyadarkan lamunan ku.
Giliran
perwakilan panitia menampilkan bakat mereka. Saat itu mereka menampilkan
berbagai macam karya antara lain musik, tarian dan treatrikal. Penampilan solo
dari salah satu kakak panitia yang belum aku ketahui itu membuatku terpesona
untuk pertama kalinya. Alunan musik yang merdu dengan keliahaiannya memetik
senar gitar akustik itu seakan membuat jantung ku tak henti tuk berdetak sekuat
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Senyumaman bibir tipisnya yang manis dan
tatapan matanya yang redup seakan menghipnotis seluruh peserta MOS untuk tidak
berkedip melihatnya di atas sana, tak terkecuali aku.
Sesekali
aku mengedipkan mata seakan berpikir ini semua hanyalah mimpi yang tak ingin
aku akhiri. Tapi sayang, sekali lagi, tepuk tangan teman-teman menyadarkan ku.
Momen itu pun berlalu secepat yang sudah ku duga. Dan akhirnya mulai lah
kegiatan belajar mengajar ku lagi yang monoton dan membosankan. Rumah, sekolah,
kelas, mushollah, kantin, dan ruang guru. Begitu seterusnya. Tapi setidaknya,
kali ini aku ke kantin tidak sendirian, karna ada Nuri. Kami selalu bersama
kemana pun. Setiap kali anak-anak di sekolah mengganggu dan mengejekku, dia
menjadi orang pertama yang membelaku dengan memarahi mereka. Tak terkecuali
kakak kelas kami.
Siang
itu kami berjalan menuju kantin. Seperti biasa kami harus melewati lorong kelas
XI IPA. Aku selalu menundukkan kepala ku setiap kali melewati lorong yang
menurut ku lorong yang membuatku sangat malu dan minder. Karena anak IPA
identik dengan kepintaran dan kecerdasannya, disisi lain mereka sudah kelas XI
dimana mereka 2 taun lebih tua di atas ku. Tiba-tiba langkah kaki ku terhenti
dan lutut ku menempel ke lantai karna tersandung sesuatu. Benar saja perasaan
ku, aku menyandung kaki. Seketika Nuri meneriaki kakak tersebut dengan lantang
tanpa getar, “Kak, yang sopan dong kalo sama cewek. Masak kakak kelas bukannya
bimbing adeknya tapi malah ngerjain!!” “Udah, Ri. Aku yang salah nggak
liat-liat”, jawab ku dengan menahan rasa perih dari lutut ku yang terluka. Kami
pun melanjutkan langkah menuju kantin dan berencana ke UKS setelah selesai
makan untuk mengobati luka ku itu.
Sementara
kakak kelas yang menyandung ku tadi hanya bisa terdiam heran dengan keberanian
Nuri yang dengan lantang memarahinya barusan. Tiba-tiba suara lembut seorang
laki-laki memecah keramaian saat itu. Dan sepertinya aku mengenal suara
tersebut. Suara kakak panitia MOS yang mebuat ku terpana karna suara dan
kepiawaiannya memainkan gitar. Dari kejadian itu aku bersyukur karna bisa
mengetahui namanya tanpa sengaja, Destian Nanda Pratama. Tapi aku tidak ingin
terlalu bahagia dengan memilingi angan-angan yang tinggi. cukup dengan tau
namanya.
Sekolah
pun berakhir dan kami semua kembali ke rumah masing-masing. Aku yang selalu
naik bus menuju tempat tante ku yang menjadi tempat tinggal sementara ku ini
harus berpisah dengan Nuri yang selalu dijemput oleh sopir pribadinya. Tidak
heran, dia memang anak orang kaya.
Tiba
di rumah aku memainkan HP jadulku yang tidak kalah jadul dengan pemiliknya ini.
Herannya aku dapat SMS dari nomor tak dikenal yang seletah aku baca dia ngajak
kenalan. Karna aku masih bingung dan tak percaya, aku tidak membalasnya. Keesokan
harinya sekitar pukul 05.00 WIB dering handphone
ku membangunkanku. Yang benar saja, nomor semalam. Karna saya tidak suka
diganggu nada dering terus menerus yang membangunkan ku, terpaksa aku
mengangkatnya. Sangat tidak terduga aku mendengar suara seorang laki-laki yang
lembut dan mengatakan, “Bangun Sil, shalat dulu”. Seketika aku membelalakkan
mata ku yang tadinya masih penuh rasa kantuk tanpa mengucapkan kata apa pun
hingga akhirnya panggilannya disconnect.
Dan aku pun beranjak dari tempat tidur dan bergegas mengambil air wudlu.
Setelah
kejadian pagi itu aku sering melamun dan penasaran dengan laki-laki yang
membangunkan dan mengingatkan ku untuk shalat pagi itu. Tapi sayangnya, hal itu
selama seminggu tak terjadi lagi dan aku pun tak berani mengirimkan pesan
kepadanya hingga akhirnya tibalah hari itu.
Kakak
kelas yang kemaren membuat lutut ku terluka tiba-tiba menghampiri ku ketika aku
duduk sendiri di bangku bawah pohon sambil membaca buku novel karangan penulis
idolaku. Dia meminta maaf atas kejadian kemarin, “Sorry banget ya soal kemarin,
sumpah gue nggak sengaja. Gue ngerasa bersalah sama lu. Siapa nama lu? Sesil
ya?” “Iya kak, Yanti tepatnya, tidak apa-apa kok. Toh paling lukanya cepat
sembuh”, jawab ku. “”Oh, syukur deh kalo gitu, cantikan dipanggil Sesil lagi,
lebih gaul juga. Lu nggak usah kaku banget gitu sih sama gue”. “Hmm, iya deh
Kak. Kak siapa ya? Maaf belum kenal soalnya.” “Oh, Nata, panggi aja Nata. Oke see you”, Kak Nata pun berlari menjauhi
ku. Dan aku tiba-tiba teringat nomor tak dikenal kemarin. Dia memanggilku
dengan nama Sesil, padahal di sekolah semua orang yang mengenalku memanggilku
dengan nama Yanti. Meskipun aku penasaran, tapi aku tidak pernah berani untuk
mencari tau siapa pemilik nomor tak dikenal itu. Lagi pula sejak pertama dan
terakhir itu, tak ada lagi pesan atau pun panggilan dari nomor itu lagi.
Rabu,
pukul 09.00 WIB. Jam pelajaran penjasorkes dimulai. Siswa kelas XD, XI IPA 4,
dan XII IPA 4 membaur di lapangn basket dan berbaris rapi dalam barisan kelas
masing-masing. Tak lama berselang para guru olahraga datang dan memberikan
intruksi kepada kami kelas XD untuk bermain voli. Sedangkana kelas lain
mendapatkan intruksi lainnya dari guru masing-masing. Dan aku yang tudak
menyukai olahraga voli hanya bisa menikmati rasa sakit dan merahnya tangan ku. “Bugg....”,
tiba-tiba bola basket mengenai kepalaku. Dengan mata agak berkunang, aku melihat
sesosok laki-laki tinggi yang tak terlihat jelas wajahnya.
“Sesil
lu nggak pa-pa?”, tanya laki-laki itu.
Dalam
hati aku bertanya, jangan-jangan diaaaa....benar saja, wajahnya mulai terlihat.
Kak Nata.
“Sesil,
hallo, lu nggak pa-pa? Ayo sini gue bantu ke UKS. Sorry banget ya, ini kedua kalinya gue nyelakain lu”, ucap kak Nata
sambil menuntun ku menuju UKS. Tapi aku pun masih terdiam, ntah lah, antara
menahan rasa pusing di kepala ku atau bingung karna nama Sesil yang aku dengar
dari mulut Kak Nata.
Sesampainya
di perpus, Kak Nata terlihat begitu bersalah terhadap ku. Dia menunggui ku
hingga rasa pusing di kepala ku ini benar-benar menghilang. Dan sejak saat itu
dia selalu memperhatikan ku. Tak hanya itu, Kak Nata sering menjemput ku ke
sekolah dan mengajak aku keluar bersama.
Malam
itu malam minggu. Malam itu Kak Nata mengajakku pergi ke XXI di salah satu mall
di kota tempat ku tinggal sementara. Saat itu aku yang sedang fokus menonton
film romantis yang sedang diputar dilayar lebar, tiba-tiba dikagetkan oleh
lelaki di sebelahku itu. Yah, itu lah Kak Nata. Kaget yang dia ciptakan
membuatku mengabaikan film yang sedang ramai dibicarakan para remaja di Indonesia.
Bunga di depan mataku. Bunga mawar merah yang masih segar dan memiliki aroma
yang menenangkan. Bunga mawar adalah lambang kasih sayang. Tapi meski demikian
aku yang cupu ini tidak berani berpikir macam-macam.
Aku
berusaha untuk tidak mengartikan semua sikap Kak Nata sebagai sikap yang
memiliki arti khusus. Hingga akhirnya dia mengatakan hal itu, “Sesil, aku
sayang sama kamu. Mau kah kau jadi pacarku?”
“Ta..ta..tapi,
Kak”, aku pun sangat terkejut dan
menjawabnya dengan terbata-bata.
“Kenapa?
Aku tau aku mungkin nggak pantas buat kamu. Kamu pintar dan liat aku (dia meletakkan
kedu tangannya di pipiku dan mendekatkannya ke wajahnya) aku hanya cowok bodoh
yang nggak bisa apa-apa, nggak bisa dibanggakan sama sekali”.
Aku
mencoba menata omonganku agar lebih jelas didengar,”Bukan itu Kak, tap lebih
aku yang nggak pantas buat Kakak. Aku cupu, sedangkan Kakak? Kapten basket di
sekolah yang disukai banyak cewek cantik”.
“Aku
hanya menyukai dan menyayangimu. Kamu tau kenapa? Karna kamu membuat ku nyaman.
Bersikap biasa terhadapku, tidak memperlakukan ku secara khusus atau pun
berlebihan. Perhatian dan kelembutan hati ku membuat ku tenang”, penjelasan
yang mengharukan bagi ku dan membuat ku merasa ini semua adalah mimpi.
Sejak
saat itu, si cupu selalu merasa lebih Pede dengan dirinya karna ada seorang
cowok yang selalu setia di sampingnya. Melindunginya dari ejekan anak-anak yang
iri karna bisa berpacaran dengan idola di sekolah ku ini. Tapi hal yang
membahagiakan itu pun tak lama kurasakankan.
Malam
itu ketika kita pergi bersama, tiba-tiba aku mengingat nomor yang membangunkan
ku shalat subuh kala itu. Ntah mengapa tapi hal itu tiba-tiba mengganggu
pikiran ku dan membuatku penasaran untuk menanyakan hal ini kepada Nata. Belum sempat
ku menanyainya, dia menerima sebuah telepon dari seorang lelaki. Tak ku dengar
apa pun, tapi dia terlihat sedih.
“Kenapa,
Sayang? Apa ada masalah?”
“Nggak
kok, Sayang. I’m fine”, Nata terlihat
senyum tapi menyakitkan. Ntah lah...aku tak mengerti.
“Pulang
yuk Sayang, aku masih ada PR buat besok”.
“Setengah
jam lagi ya Sayang, aku masih pengen di sini sama kamu”, Nata terlihat sedikit
aneh dan matanya menatapku redup.
“Iya,
Sayang. Yang penting nggak kemaleman. Nggak enak sama orang rumah”.
Tiba-tiba
Nata memeluk ku erat, “Makasih kamu selalu mewarnai hari-hariku. Aku sayang
banget sama kamu. Mungkin kalo aku nggak ketemu Sayang, aku akan merasakan
hidup ini tiada arti.”
“Ih,
Sayang kenapa sih? Lebay deh”, aku pun melepaskan pelukan Nata dan
mengacak-acak rambutnya.
Nata
selalu menerimaku apa adanya. Meskipun aku tetap bertahan dengan dandanan cupu
ku ini, dia tetap menyayangiku dan setia sampai sekarang.
Keesokan
harinya, Nata tak berangkat ke sekolah padahal aku sudah menunggunya hingga jam
06.50 WIB. Biasanyanya kami berangkat bersama pukul 06.30 WIB. Terpaksa aku
berangkat sendiri karna HP nya tidak bisa dihubungi. Saat jam istirahat tiba,
aku segera mengajak Nuri untuk menemaniku ke kelas Nata. Tapi aku tak
melihatnya. Salah satu teman di kelasnya mengatakan dia tidak masuk. Tapi yang
mengagetkan, teman kelas Nata yang lain, Kak Tama laki-laki yang sudah lama aku
kagumi sejak sebelum aku berpacaran dengan Nata itu mengatakan bahwa Nata
pindah.
“Lho,
lu nggak tau, Sil? Nata pindah sekolah mulai hari ini. Pas gue di ruang guru
gue nggak sengaja ketemu Om Prima, papa Nata. Lu pacarnya Nata kan?”
“Iya
sih, tapi....semalam Nata tidak mengatakan apa-apa, Kak”, tak terasa aku pun
mengeluarkan air mata di pipi.
“Sebenernya
gue juga kaget, Sil..tapi aku pun nggak ngerti kenapa dia tiba-tiba pindah. Mending
lu dateng ke rumah Nata deh. Tau kan lu dimana rumahnya?” ucap Kak Tama sambil
memegang kedua pundakku.
“Iya
Kak, aku udah pernah ke sana kok sebelumnya”, aku berusaha tenang dan tersenyum
kepadanya. Ntah mengapa aku merasa sudah mengenal dekat Kak Tama.
Pulang
sekolah aku segera mendatangi rumah Nata ditemani oleh Nuri. Di sana aku
bertemu dengan tante Mira, mama Nata. Sebelumnya kami sudah saling mengenal
karna Nata pernah mengenalkan ku kepada kedua orang tuanya. Namun aku tidak
mendapakan penjelasan apapun kecuali surat yang dititipkan Nata untuk ku.
Dear : Sesilia Fitri Damayanti
Maaf ya Sayang, aku
nggak pamit dulu ke kamu buat pergi. Sayang, bukannya aku ingin menghilang dari
kamu secara kejam, hanya saja keadaan ini memaksaku buat pergi. Pergi dengan
kesakitan ku yang lebih besar karna harus meninggalkanmu. Kamu harus percaya,
aku cuman sayang sama Sesil yang cupu tapi berhati tulus. Aku cuman sayang sama
Sesil hingga aku harus meninggalkannya dan memilih hidup dan pergi dari sisinya.
Di negeri Kepala Singa ini, aku harus menghabiskan hidupku dengan segala
teknologi kedokteran yang ada. Aku harap aku bisa bertemu denganmu lagi karna
aku ingin selalu melihat senyuman manismu. Tapi kalo Tuhan berkehendak lain, aku
hanya bisa mendoakan mu agar bisa senantiasa tersenyum bahagia. Aku
menyayangimu sepenuh hati ku, hingga akhir hayatku. Ada atau pun nggak ada aku
kamu harus senantiasa tersenyum. Aku ikhlas kalo pun kamu bahagia bersama orang
lain. Oh ya, nggak usah khawatirin aku di sini. Doain aja ya Sayang, yang
terbaik buat aku, kamu juga. Tama itu cowok yang baik lho.
Always
Love You,
Nata
Aku
masih tidak mengerti jelas isi surat yang Nata berikan. Apa mungkin dia sedang
sakit parah dan harus dirawat di Singapura. Dan kenapa tiba-tiba dia menyebutkan
nama Tama. Hingga akhirnya aku tau setelah seminggu berlalu, tante Mira
menelpon ku dan memberi kabar bahwa Nata telah tiada. Setelah itu aku baru
menyadari, dia mengalami gagal ginjal. Karna dia selalu memaksakan fisiknya,
keadaannya semakin parah dan tak dapat diobati lagi.
Rasa
kehilangan dan tangisan yang selalu menemani malam ku berbulan-bulan ini
membuatku teringat akan pesan Nata buat aku selalu tersenyum. Aku nggak mau
bikin Nata kecewa di sana melihatku seperti ini. Aku harus bangkit, membuat
Nata bangga karna aku sangat menyayanginya dan nggak mau buat Sayangku kecewa.
Hari-hari
berlalu dengan sangat cepat hingga akhirnya aku dan Nuri naik ke kelas XI.
Sayangnya kami harus berpisah karna Nuri memilih masuk kelas Bahasa, sedangkan
aku lebih memilih masuk di kelas IPA. Setaun telah berlalu sejak aku mengenal
Nata dan sekaligus kehingannya setelah 3 bulan pacaran, serta setaun juga
setelah nomor tak dikenal itu menderingkan nada di HP ku. Karna aku sudah
hampir 17 taun, aku memberanikan diri untuk menghubungi nomor itu. Tapi
sayangnya, “Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar
jangkauan. Cobalah hubungi beberapa saat lagi.” Nomornya tidak aktif. Sudah
lima kali aku mencoba seharian untuk menghubungi nomor itu, tapi hasilnya
nihil. Dan aku pun menyerah dan memutuskan untuk benar-benar melupakannya.
Siang
itu ketika aku menanti kedatangan bus langgananku, Nuri tiba-tiba menarik ku ke
dalam mobilnya dan mengatakan bahwa dia sedang sendirian di rumah, padahal
nanti malam acara ulang taun kakaknya. Memang, meskipun kamu sudah tidak
sekelas, kami tetap menjadi sahabat baik dan sering bermain bersama. Kedua
orang tua Nuri memang para pebisnis yang sibuk sehingga dia sering sendirian di
rumah, hanya bersama kakak laki-lakinya yang belum pernah aku kenal sebelumnya.
Saat itu juga aku pun mengirimi pesan kepada ayah dan bunda untuk pulang
terlambat karna harus menemani Nuri. Nuri memang gadis yang pintar bergaul,
namun dia tidak terlalu suka keramaian dan pesta-pesta. Jadi dia memilih untuk
bermain sendiri di kamarnya bersama ku, sedangkan di lantai dasar rumahnya
sangat ramai dengan canda tawa teman-teman kakaknya.
Ketika
kami asik bermain play station
tiba-tiba ada yang membuka pintu dan membawakan kami makanan. Dengan muka yang
terheran-heran aku melihat Kak Tama. Dengan gugup aku hanya mengatakan iya
ketika Kak Tama menyapa ku, “Hai, Sesil ya? Nih dimakan sama si Nuri biar
maennya tambah asik”. “I, i, i, i..iy..iya, Kak”, jawabku tengan terbata-bata.
Dia langsung keluar setelah melebarkan senyuman lembut dan manis dari bibirnya
itu. Dan sialnya, Nuri memperhatikanku dan menggoda ku dengan Kak Tama. Tanpa
mengatakan apa-apa Nuri mengakhiri permainan kami dan menarik tanganku di meja
riasnya. Dia dengan bersemangat mendandani ku tanpa menjelaskan apa pun kepada
ku. “Kamu mau ngapain aku sih, Nur? Kok dianeh-anehin gini muka ku?”, tanya ku
dengan heran. “Udah deh, lu diem aja Yan. Eh, mulai sekarang lu jangan ngomong
aku kamu lagi deh. Harus ganti sama lu gue. Dan satu lagi, nama lu pake yang
depan aja. Sesil”, tegas Nuri. “Ri, kenapa tiba-tiba kamu kayak gini?? Emang apa
yang salah dengan ku?”, tanya ku dengan masih terheran-heran. “Nggak salah
apa-apa sayangku, cuman gue mau ajak lu ke bawah aja gabung bareng temen-temen
kakak gue. Kali aja nemu yang bening. Hrrrrr...”, celotek Nuri sambil meringis.
Aku
pun hanya bisa ngikut, daripada aku, eh aku sendirian di kamar orang. Kalo ada
yang ilang, gue kena dong? Dan akhirnya kami keluar dari kamar dan bergabung
dengan para tamu. Mulai dari hari ini, gue belajar jadi anak gaul seperti apa
yang dibilang sahabat terbaik gue, Nuri. Sore itu gue pake gaun punya Nuri
sekaligus dengan sepatu highhells yang bikin gue terlihat jauh lebih cantik
dari sebelumnya. Gue aja pas ngaca nggak nyangka kalo bayangan yang ada di kaca
itu bukan gue. Tapi, it’s real Guys, it’s
me. Pas kita lagi asik ngobrol sambil makan snack yang ada, tiba-tiba Kak Tama dateng dan give me a gift with sayying, “Happy birthday Sesil”. Nuri pun jalan
ninggalin kita berdua sambil ngelempar senyumannya.
Gue
gugup dan cuman bisa say thanks dan
bertanya untuk apa ngasih hadiah gue toh gue bukan tuan rumah yang lagi punya
acara birthday party. “Serius lu lupa
hari ulang taun lu sendiri? Ini ulang taun asli lu bukan tanggal lahir di kartu
tanda siswa lu.” “Astaga, sumpah gue
lupa, ini serius tanggal ultah asli gue. Karna emang tanggal di KTS dan ijasah
gue salah. Kok lu bisa tau, Kak?”, gue nanya dengan penuh penasaran. “Ya
jelaslah, Sil, lu nggak tau kan gue udah lama tau lu. Udah 3 tau, sejak kita
SMP. Cuman karna gue saat itu masih cupu, gue nggak berani buat ngedeketin lu.
Gue cuman bisa jadi secret admirer lu.
Dan nggak nyangka gue bisa ketemu lu di SMA sekarang ini. Lu pasti nggak tau
juga siapa yang ngebangunin kamu pagi itu?” “Hah, pagi itu maksudnya?” “Iya
pagi itu, yang bengunin kamu buat shalat.” “Jangan bilang itu kakak.”
“Pinter.....”, ucap Kak Tama sambil ngeberantakin rambutku dengan tampang
gemes.
Walopun
gue heran abis-abisan tapi gue baru tau dari kakak sepupu Nuri ini adalah
penggemar rahasia gue, dan Nata tau soal ini. “Nata, I miss you so”. Walo gue
dulu anak yang super cupu, tapi dengan kebaikan dan kelembutan hati gue (kata Nata
dan Kak Tama sih), ada orang yang ternyata diem-diem merhatiin dan bahkan suka
sama gue. Oh, God...Alhamdulillah, terima kasih telah mengirimkan sosok cowok
kayak Tam-tam (=panggilan sayang gue ke Kak Tama setelah jadian) sebagai kado
terindah sweet 17th ku ini. Dan aku janji, nggak bakal minder dan ngerendahin
diri gue terus kayak dulu. Karna selain gue nggak mau bikin Ayah dan Bunda
malu, gue juga nggak mau bikin my
bestfriend, Nuri dan my beloved boy,
Tam-tam kecewa karna gue yang nggak Pede dan lemah. Nata juga pastinya yang
selalu menjadi kenangan terindah dalam hati gue yang nggak baka gue lupain.
Dan
mulai dari hari itu, gue selalu meningkatkan kualitas diri gue. Baik kualitas
otak, attitude, bahkan akhlak gue.
Moga gue akan bisa jadi lebih baik setiap hari kedepan. Amin J